A.Pengertian Tauhid
Tauhid diambil kata : Wahhada-Yuwahhidu-Tauhidan
yang artinya mengesakan. Satu suku kata dengan kata wahid yang
berarti satu atau kata ahad yang berarti esa. Dalam ajaran Islam Tauhid
itu berarti keyakinan akan keesaan Allah. Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha Illallah yang berarti tidak
ada Tuhan melainkan Allah. ( al-Baqarah 163 Muhammad 19 ).
Tauhid merupakan inti dan
dasar dari seluruh tata nilai dan norma Islam, sehingga oleh karenanya Islam
dikenal sebagai agama tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan. Bahkan
gerakan-gerakan pemurnian Islam terkenal dengan nama gerakan muwahhidin ( yang
memperjuangkan tauhid ).
Secara
istilah syar’i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal
Mencipta, Menguasai, Mengatur dan mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya
kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma’ul
Husna (Nama-nama yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi)
bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat. Dalam perkembangan
sejarah kaum muslimin, tauhid itu telah berkembang menjadi nama salah satu
cabang ilmu Islam, yaitu ilmu Tauhid
yakni ilmu yang mempelajari dan membahas masalah-masalah yang berhubungan
dengan keimanan terutama yang menyangkut masalah ke-Maha Esa-an Allah.[1]
Tauhid, ialah permunian ibadah kepada Allah; yaitu
menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekuen, dengan mentaati
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh rasa rendah
diri, cinta, harap, dan tajut kepadanya. Untuk inilah sebenarnya manusia itu
diciptakan Allah. Dan sesungguhnya, misi para rasul adalah untuk menegakkan
tauhid dalam pengertian tersebut, mulai dari rasul yang pertama nabi Adam
sampai nabi yang terakhir yakni nabi Muhammad.SAW.[2]
Tauhid merupakan konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan
keesaan Allah. Tauhid berdasarkan Al-Qur’an ada 3 macam yakni :
Ø
Tauhid
Rububiyah
Yaitu
pengakuan bahwa sesungguhnya Allah adalah Tuhan dan Maha Pencipta. Orang-orang
kafir pun mengakui macam tauhid ini. Tetapi pengakuan tersebut tidak menjadikan
mereka tergolong sebagai orang Islam. Allah berfirman, "Dan sungguh,
jika Kamu bertanya hepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan mereka', niscaya
mereka menjawab,'Allah'." (Az-Zukhruf: 87)
Berbeda
dengan orang-orang komunis, mereka mengingkari keberadaan tuhan. Dengan
demikian, mereka lebih kufur dari pada orang-orang kafir Jahiliyah.
Ø
Tauhid
Uluhiyah
Yaitu
mengesakan Allah dengan melakukan berbagai macam ibadah yang disyari'atkan. Seperti
berdo’a, memohon pertolongan kepada allah, thawf, menyembelih binatang kurban,
dan berbagai nibadah lainnya.
Macam
tauhid inilah yang diingkari oleh orang-orang kafir. Dan ia pula yang menjadi
sebab perseteruan dan pertentangan antara umat-umat terdahulu dengan para rasul
mereka, sejak nabi Nuh.AS hingga diutus nabi Muhammad.SAW.
Dalam
banyak suratnya, Al-Qur'anul Karim sering memberikan anjuran soal tauhid
uluhiyah ini. Di antaranya, agar setiap muslim berdo'a dan meminta hajat khusus
kepada allah semata. Dlam surat Al-Fatihah misalnya, Allah berfirman, Hanya
kepada engkaulah kami menyembah dan hanya kepada engkaulah kami memohon
pertolongan.” (Al-fatihah: 5)
Maksudnya,
khusus kepadaMu (ya Allah) kami beribadah, hanya kepadaMu semata kami berdo'a
dan kami sama sekali tidak memohon pertolongan kepada selainMu.
Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo'a semata-mata hanya kepada Allah, mengambil hukum dari Al-Qur'an, dan tunduk berhukum kepada syari'at Allah. Semua itu teraangkum dalam firman Allah, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku selain aku maka sembahlah aku.” (Thaha: 14).
Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo'a semata-mata hanya kepada Allah, mengambil hukum dari Al-Qur'an, dan tunduk berhukum kepada syari'at Allah. Semua itu teraangkum dalam firman Allah, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku selain aku maka sembahlah aku.” (Thaha: 14).
Ø
Tauhid Asma’
Wa Shifat
Yaitu
beriman terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-Qur'anul Karim dan hadits
shahih tentang sifat-sifat Allah yang berasal dari penyifatan Allah atas Dzat-Nya
atau penyifatan rosululah SAW. Beriman kepada sifat-sifat Allah tersebut harus
secara benar, tanpa ta'wil (penafsiran), tahrif (penyimpangan), takyif
(visualisasi, penggambaran), ta'thil (pembatalan, penafian), tamtsil
(penyerupaan), tafwidh (penyerahan, seperti yang.banyak dipahami oleh manusia)
Misalnya
tentang sifat al-istiwa’ (bersemayam di atas), an-nuzul (turun), al-yad
(tangan), al-maji' (kedatangan) dan sifat-sifat lainnya, kita menerangkan semua
sifat-sifat itu sesuai dengan keterangan ulama salaf. Al-istiwa' misalnya,
menurut keterangan para tabi'in sebagaimana yang ada dalam Shahih Bukhari
berarti al-'uluw wal irtifa' (tinggi dan berada di atas) sesuai dengan
kebesaran dan keagungan Allah SWT. Allah berfirman, "Tidak ada sesuatu pun
yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
(Asy-Syuura: 11)[3]
B.Fungsi
atau manfaat ilmu mauhid
Setelah sebelumnya dibahas tentang
pengertian dari ilmu tauhid, maka pada bagian ini akan dibahas tentang fungsi
dan manfaat dari ilmu tauhid ini dalam kehidupan manusia. Perlu diketahui,
bahwa pada hakikatnya tauhid ini bukan hanya sekedar diketahui dan dimiliki
oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar,
karena apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan
benar, maka kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah
akan muncul dengan sendirinya.3
inilah salah satu manfaat dari ilmu tauhid.
Selain itu, tauhid juga berfungsi sebagai
pembimbimbing umat manusia untuk menemukan kembali jalan yang lurus seperti
yang telah dilakukan para Nabi dan Rasul, karena jika diibaratkan sebuah pohon,
tauhid adalah pokok akar untuk menemukan kembali jalan Allah, yang dapat
membawa umat manusia kepada puncak segala kebaikan.4
Begitu juga dengan kayakinan (tauhid) akan eksistensi tuhan yang maha esa
(Allah) akan melahirkan keyakinan bahwa semua yang ada di ala mini adalah
ciptaan tuhan; semuanya akan kembali kepada tuhan, dan segala sesuatu berada
dalam urusan yang maha esa itu. Dengan demikian segala perbuatan, sikap,
tingkah laku, dan perkataan seseorang selalu berpokok pada modus ini. Sebagai
mana firman Allah dalam al-Quran yang artinya :
1.
“Dan Aku
tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembah-Ku”(al-Dzariyat:56)
2.
“Hanya
engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada engkaulah kami mohon
pertolongan”(al-Fatihah:5)
3.
“Katakanlah,
“Dialah Allah yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu..”(al-Ikhlas:1-2)
Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa
ketauhidan tidak hanya menyangkut hal-hal batin, tetapi juga meliputi sikap
tingkah laku, perkataan, dan perbuatan seseorang. Oleh karena itu, orang-orang
yang telah mampu memahami dan menghayati tauhid dengan dan dan benar akan
membawa kepada kebahagiaan baik itu segi lahir ataupun batin.
Sehingga jelas bagi seseorang, bahwa tauhid
tidak cukup untuk dimiliki dan dihayati, karena jika hanya demikian hanya akan
menghasilkan keahlian dalam seluk beluk ketuhanan, namun tidak berpengaruh
apa-apa terhadap seseorang tersebut, sehingga dirinya akan berada diluar
ketauhidan yang sebenarnya, bahkan mungkin bisa sampai keluar dari
keislamannya, karena maksud dan tujuan tauhid bukan sekedar diakui dan
diketahui saja, tetapi lebih dari itu tauhid mengadung hal-hal yang beramanfaat
bagi kehidupan manusia yaitu :
1. Sebagai sumber dan motivator perbuatan
kebajikan dan keutamaan;
2. Membimbing manusia ke jalan yang benar,
sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan;
3. Mengerluarkan jiwa manusia dari kegelapan,
kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan;
4. Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan
lahir dan batin.5
Dari empat poin yang diatas dapat dipahami
bahwa tauhid selain bermanfaat bagi hal-hal batin, juga bermanfaat bagi hal-hal
lahir. Sehingga dari poin tersebut sangat jelas manfaatnya bagi kehidupan
manusia.
Sementara dalam sumber lain, ada yang
menspesifikasikan fungsi atau manfaat ilmu tauhid bagi kehidupan manusia ialah
sebagai pendoman hidup yang dengannya umat manusia bisa terbimbing kepada jalan
yang diridhai Allah, serta dengan tauhid manusia bisa menjalani hidup sesuai
dengan apa yang telah digariskan oleh Allah SWT. Dengan tauhid manusia tidak
hanya bebas dan merdeka, melainkan juga akan sadar bahwa kedudukannya sama
dengan manusia lain manapun. Tidak ada manusia yang superior atau inferior terhadap
manusia lainnya.
Suatu hal yang tidak boleh dilupakan ialah
bahwa kometmen manusia-tauhid tidak saja terbatas pada hubungan verticalnya
dengan tuhan, melainkan juga mencakup hubungan Horizontal dengan sesama manusia
dan seluruh makhluk, dan hubungan-hubungan ini harus sesuai dengan kehendak
Allah. Sehingga dengan misi ini tauhid dapat mewujudkan sesuatu bentuk
kehidupan social yang adil dan etis.6
Dalam kontek pengembangan umat, tauhid
berfungsi antara lain mentranformasikan setiap individu yang meyakininya
menjadi manusia yang lebih kurang ideal dalam arti memiliki sifat-sifat mulia
yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu social, politik, ekonomi, dan
budaya. Dengan demikian, akan muncul manusia-manusia tauhid yang memiliki
cirri-ciri positif yaitu :
1.
Memiliki
kometmen utuh pada tuhannya.
2.
Menolak
pedoman hidup yang datang bukan dari Allah.
3.
Bersikap
progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap terhadap kualitas
kehidupannya, adat-istiadatnya, tradisi dan faham hidupnya.
4.
Tujuan
hidupnya jelas. Ibadatnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanyalah untuk
Allah semata-mata.
5.
Meimiliki
visi jelas tentang kehidupan yang harus dibangunnya bersama-sama manusia lain;
suatu kehidupan yang harmunis antara manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungan
hidupnya, dengan sesama manusia dan dengan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, Nampak jelas bahwa tauhid
memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Bila setiap individu memiliki
kometmen tauhid yang kukuh dan utuh, maka akan menjadi suatu kekuatan yang
besar untuk mambangaun dunia yang lebih adil, etis dan dinamis.[4]
C.Aplikasi dan Implikasi tauhid dalam kehidupan
Hal yang menjadi dasar dari keberagamaan kita
adalah membangun sikap tauhid, karena itu dasar utama agama Islam maka
salah satunya kita harus mantap dalam bidang Aqidah Islam. Aqidah adalah
pondasi agama Islam yang paling fundamental. Setiap muslim mesti memiliki
aqidah yang benar, sebagai persyaratan seseorang untuk menjalankan amal dalam
Islam. Al-Qur’an dalam konteks memerintahkan kita untuk mengakui bahwa Allah
itu esa, tidak ada tuhan selain Allah. Juga, bahwa Allah tidak beranak dan
diperanakkan, dan tidak ada yang mampu menciptkan sesuatu selain Allah (Q.S.
Al-Ikhlas 1-4). Hal inilah yang mendasari bahwa keislaman seseorang dimulai
dari keyakinan terhadap Allah SWT.
Dengan demikian, elemen paling substansial
dalam aqidah Islam adalah tauhid, atau mengesakan Allah. Semua unsur akidah
harus bermuara dari konsep ini. Keyakinan kepada Allah-lah yang mendasari
keislaman kita. Sebagai konsekuensinya, ketauhidan seseorang akan menjadi kunci
penting dalam aktivitas keberagamaannya.
Awal dari tauhid adalah menempatkan Allah
sebagai Rabb. Allah telah menciptakan alam semesta sebagai khaliq (pencipta),
dan kita adalah makhluq (yang diciptakan). Sehingga, manusia harus
tunduk pada penciptanya. Konsep ini merupakan konsep paling pokok dalam aqidah,
sehingga jika seseorang belum mengimani hal ini ia tidak dapat dianggap sebagai
seorang muslim yang lurus.
Akan tetapi, konsep tauhid dalam tataran
yang lebih luas tidak cukup hanya dengan membenarkan bahwa Allah itu Maha Esa.
Tauhid sejatinya memerlukan manifestasi dalam realitas empiris. Dalam pandangan
KH. Ahmad Dahlan, setidaknya ada empat hal yang harus dijauhi oleh umat Islam
dalam implementasi tauhid, yaitu Syirik (Menyekutukan Allah), Takhayul
(kepercayaan magis tradisional), Bid’ah (mengada-ada dalam permasalahan agama),
dan Khurafat (kepercayaan magis-tradisional).
Salah satu perilaku yang dapat menjerumuskan
diri kepada kesyirikan ialah perilaku meminta bantuan kepada dukun. Dalam
sebuah hadits shahih, Rasulullah mengatakan bahwa jika seorang muslim pergi ke
dukun, salatnya tak akan diterima selama 40 hari. Perbuatan ini mengisyaratkan
kita meminta pertolongan kepada selain Allah, dan berarti menyalahi komitmen
kita dalam syahadat. Ironisnya, siaran televisi justru menyiarkan
kesyirikan-kesyirikan ini secara luas dengan media SMS.
Perbuatan lain yang juga dapat menjerumuskan
kepada kesyirikan adalah percaya kepada ramalan nasib, kesialan, atau hal-hal
yang sejenis. Hal ini dilarang dalam agama, karena aqidah Islam dengan tegas
menyatakan bahwa hanya kepada Allah-lah kita berserah diri dan memohon pertolongan.
Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa tidak ada thiyarah (percaya kepada
ramalan-ramalan) dan hammah (suara burung yang mengabarkan suatu nasib
tertentu). Bahkan, mengundi nasib dengan anak panah secara tegas dihukumi haram
oleh Al-Qur’an. Dalam kacamata Islam, hal tersebut telah dikategorikan sebagai
perbuatan syirik.
Selain itu, perilaku meminta bantuan ke
dukun juga mengakibatkan fenomena Kesurupan Massal di berbagai sekolah
menengah, seperti pernah terjadi di SMKN 3 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, juga
di sekolah penulis dulu. Kesurupan massal –yang notabene terjadi karena
lemahnya iman seseorang— merupakan indikasi bahwa masyarakat kita masih belum
bersih dari kepercayaan tradisional yang cenderung menyekutukan Allah. Ada dua
hal yang menjadi wujud aplikasi ketauhidan kita kepada Allah.
Pertama, melaksanakan ibadah sebagai manifestasi ketaatan kita kepada
Rasulullah. Konsekuensi dari keimanan bahwa Allah adalah khaliq, sebagaimana dijelaskan
di atas, adalah menjalankan ibadah. Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa Allah
tidak menciptakan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Nya (Q.S.
Adz-Dzariyat: 56). Dalam konteks ini, aktivitas manusia pada hakikatnya adalah
beribadah kepada Allah, baik dalam konteks ritual maupun sosial.
Ada dua jenis ibadah: ibadah mahdhah
(ritual) dan ibadah ‘ammah (sosial). Kaidah ushul fiqh menyatakan,
bahwa asal hukum dari ibadah mahdhah adalah haram, kecuali jika ada dalil yang
membolehkannya. Sedangkan asal hukum ibadah ammah adalah halal, kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.
Dengan demikian, dalam melaksanakan ibadah
mahdhah, ada dua persyaratan yang harus kita penuhi, yaitu ikhlas dan
sesuai dengan tatacara yang dicontohkan oleh Rasulullah. Sabda Rasulullah, “Barangsiapa
mengerjakan suatu amalan yang tidak ada urusannya dariku, maka ia tertolak”
(Arba’in An-Nawawiyah, hadits ke-5). Dari hadits tersebut, tentu saja kita
dilarang untuk melakukan hal-hal yang sama sekali tak pernah diajarkan atau
diperintahkan oleh Allah dalam persoalan ini. Seluruh ibadah yang bersifat ritual
(ibadah mahdhah) harus memiliki legitimasi nash dari dua sumber primer
hukum Islam: Al-Qur’an dan Hadits. Jika tidak memiliki dalil yang kuat, kita
patut berhati-hati
Banyak bentuk dari bid’ah yang
bertebaran di masyarakat. Aktivitasnya tak perlu penulis sebutkan di sini,
karena masalah ini telah menjadi perdebatan klasik di antara umat Islam sejak
dulu. Akan tetapi, mengingat masalah ini jelas menjadi persoalan besar, perlu
pendekatan khusus untuk menyikapinya. Di sinilah pentingnya dakwah bil hal
kepada masyarakat yang masih belum memiliki pemahaman menyeluruh mengenai
Islam.
Sedangkan untuk ibadah ‘ammah (muamalah),
kaidah ushul fiqh yang berlaku justru terbalik. Pada titik inilah ijtihad
bermain. Sehingga, tajdid (pembaharuan) memainkan peranan yang begitu
penting dalam pelaksanaan muamalah ini. Masalah-masalah yang meragukan ke-syar’ian-nya,
memerlukan penelaahan dan kajian mendalam oleh para ahli, baik ahli fiqh
muamalah atau pakar pada bidangnya. Sehingga, konsep muamalah-lah menaungi
aktivitas-aktivitas sosial yang kita lakukan selama ini.
Jika kita kembangkan masalah ini secara
lebih jauh, aktivitas politik pun tak lepas dari persoalan ibadah ini.
Aktivitas politik (siyasah), merujuk pada Al-Mawdudi, pada hakikatnya
diletakkan atas dasar tauhid sebagai penopang utama. Abul A’la Al-Mawdudi
mendasarkan siyasah islamiyyah atas tiga prinsip dasar: tauhid, risalah, dan
khilafah (lihat Syam, 2005). Aktivitas politik kemudian kita maknai sebagai
upaya membangun relasi positif antara umat (rakyat) dan imam (pemimpin) atas
dasar keimanan pada Allah.
Kedua, mengimplementasikan tauhid dalam kehidupan sosial. Setelah kita
meyakini tauhid dengan semua implikasinya, kita juga harus mengintegrasikan
tauhid dalam kehidupan sehari-hari. Prof. Dr. Amien Rais pernah menggulirkan
wacana tauhid sosial yang mengejawantahkan tauhid dalam semua dimensi kehidupan
(Rais, 1997).
Menurut Amien Rais, Tauhid Sosial merupakan
dimensi sosial dari konsep tauhid (pengesaan Allah secara mutlak), agar
konsepsi tauhid yang telah terintegrasi di pola pikir umat Islam dapat
dipraktikkan pada tataran masyarakat. Implikasi yang diharapkan dari Tauhid
Sosial ini adalah munculnya manusia-tauhid (meminjam istilah Amien
Rais, lihat Muzakki, 2006) yang mampu berpikir secara arif dengan landasan tauhid
dan syariah.
Dalam kacamata Amien Rais, ada lima dimensi
Tauhid Sosial. Pertama, keyakinan terhadap keesaan Allah (Unity of Godhead);
Kedua, keyakinan atas penciptaan dari Sang Pencipta (Unity of Creation);
Ketiga, keyakinan atas dasar-dasar kemanusiaan (Unity of Mankind);
Keempat, keyakinan atas adanya pedoman hidup yang mengatur manusia (Unity
of Guidance); Kelima, keyakinan atas tujuan hidup manusia sebagai umat
muslim (Unity of The Purpose of Life).
Melalui Tauhid Sosial tersebut, umat Islam
dituntut untuk mempraktikkan nilai-nilai Tauhid ke dalam realitas sosial secara
benar. Seorang muslim tidak cukup hanya menjalankan tauhid dengan meyakini bahwa Allah itu esa,
tetapi juga harus peka terhadap urusan kemanusiaan, sehingga muncul
keseimbangan antara ibadah dan perilaku sosial. Hal inilah yang disebut sebagai
amal shalih.
Satu hal lagi yang penting adalah bahwa
tauhid menuntut seorang muslim untuk menerapkan fungsi keadilan, karena
kepekaan terhadap hak-hak kemanusiaan mengharuskan adanya perilaku adil kepada
Allah, sesama manusia, maupun kepada lingkungan sekitar. Saya yakin, pendekatan
‘tauhid sosial’ dapat menjadi alternatif di tengah krisis multidimensional yang
melanda bangsa ini.
Maka, pertanyaan yang patut dilontarkan saat
ini adalah, sudahkah Tauhid kita jadikan manifesto perjuangan hidup kita? Mari
menyongsong kebangkitan umat dengan Tauhid yang benar. Mari kembali kepada
Al-Qur’an dan Hadits.[5]
Aplikasi secara sederhana dari kalimat
tauhid laa ilaaha illallah adalah keyakinan yang mutlak yang patut kita
tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa. Dalam hal mencipta dalam penyembahan
tanpa ada sesuatu pun yg mencampuri dan tanpa ada sesuatu pun yg sepadan
dengan-Nya kemudian menerima dengan Ikhlas akan apa-apa yg berasal dari-Nya,
baik berupa perintah yg mesti dilaksanakan ataupun larangan yg mesti di
tinggalkan, semua itu akan mudah ketika hati ikhlas mengakui bahwa Allah SWT
itu Maha Esa.[6]
BAB
III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Tauhid diambil kata : Wahhada-Yuwahhidu-Tauhidan
yang artinya mengesakan. Satu suku kata dengan kata wahid yang
berarti satu atau kata ahad yang berarti esa. Dalam ajaran Islam Tauhid
itu berarti keyakinan akan keesaan Allah. Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha Illallah yang berarti tidak
ada Tuhan melainkan Allah. ( al-Baqarah 163 Muhammad 19 ).
Secara
istilah syar’i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal
Mencipta, Menguasai, Mengatur dan mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya
kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma’ul
Husna (Nama-nama yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi)
bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.
Fungsi tauhid yaitu, Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan, membimbing
manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan
ibadah dengan penuh keikhlasan, mengerluarkan jiwa manusia dari kegelapan,
kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan dan mengantarkan umat
manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Aplikasi dari tauhid sendiri yaitu
dengan melaksanakan ibadah sebagai manifestasi
ketaatan kita kepada Rasulullah. Konsekuensi dari keimanan bahwa Allah adalah
khaliq dan mengimplementasikan tauhid dalam kehidupan social. Aplikasi secara
sederhana dari kalimat tauhid laa ilaaha illallah adalah keyakinan yang
mutlak yang patut kita tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa.
DAFTAR
PUSTAKA
http://sutisna.com/artikel/keislaman/pengertian-tauhid/)
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090418031408AAklO80
http://poligami.jeeran.com/tauhid01.htm
http://wwwyounxy.blogspot.com/2010/05/fungsi-tauhid-dalam-kehidupan.html
http://afrizal.student.umm.ac.id/2010/11/23/tauhid-dalam-hidup/
http://blog.re.or.id/tauhid-dan-korelasinya-dalam-menghapus-dosa.htm
0 komentar:
Posting Komentar