BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengucapan kalimat tauhid dengan lisan belaka tidaklah cukup krn ia
mempunyai konsekwensi yang mesti di tunaikan. Para
ulama menegaskan bahwa mengesakan Allah adl dgn meninggalkan perbuatan syirik
baik kecil maupun besar.
Di antara konsekuensi pengucapan kalimat tauhid itu adl mengetahui
kandungan maknanya kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Allah berfirman “Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan melainkan
Allah.” Kalimat Tauhid berarti Pengingkaran kepada segala sesuatu yg disembah
selain Allah SWT dan menetapkan bahwa yg berhak disembah hanyalah Allah semata
tidak kepada selain-Nya.
Aplikasi secara sederhana dari kalimat tauhid laa ilaahillallah adalah
keyakinan yangg mutlak yang patut kita tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa
dalam hal mencipta dalam penyembahan tanpa ada sesuatu pun yg mencampuri dan
tanpa ada sesuatu pun yg sepadan dengan-Nya kemudian menerima dengan Ikhlas
akan apa-apa yg berasal dari-Nya baik berupa perintah yg mesti dilaksanakan
ataupun larangan yg mesti di tinggalkan semua itu akan mudah ketika hati ikhlas
mengakui bahwa Allah SWT itu Maha Esa.
B. Rumusan
Masalah
- Apa pengertian tauhid?
- Apa konsekuensi belajar tauhid?
- Bagaimana kedudukan tauhid dalam islam dan urgensinya?
- Seberapa penting ilmu tauhid di kehidupan?
C. Identifikasi
Masalah
- PENGERTIAN TAUHID
- KONSEKUENSI TAUHID
- KEDUDUKAN TAUHID DALAM ISLAM DAN URGENSINYA
- KEPENTINGAN ILMU TAUHID DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
D. Tujuan
Di dalam menyusun makalah ini,memiliki tujuan sebagi berikut :
a. Mengetahui
pengertian tauhid
b.
Mengerti konsekuensi belajar tauhid
c.
Mengetahui kedudukan tauhid dalam islam dan urgensinya
d.
Mengetahui Seberapa penting ilmu tauhid di kehidupan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN
TAUHID
Tauhid diambil kata : Wahhada-Yuwahhidu-Tauhidan yang artinya mengesakan.
Satu suku kata dengan kata wahid yang berarti satu atau kata ahad yang berarti
esa. Dalam ajaran Islam Tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah.
Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha Illallah yang berarti tidak ada Tuhan
melainkan Allah. ( al-Baqarah 163 Muhammad 19 ). Tauhid merupakan inti dan dasar
dari seluruh tata nilai dan norma Islam, sehingga oleh karenanya Islam dikenal
sebagai agama tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan. Bahkan gerakan-gerakan
pemurnian Islam terkenal dengan nama gerakan muwahhidin ( yang memperjuangkan
tauhid ).
Secara istilah syar’i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal
Mencipta, Menguasai, Mengatur dan mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya
kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma’ul
Husna (Nama-nama yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi)
bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.
Dalam perkembangan sejarah kaum muslimin, tauhid itu telah berkembang
menjadi nama salah satu cabang ilmu Islam, yaitu ilmu Tauhid yakni ilmu yang
mempelajari dan membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keimanan
terutama yang menyangkut masalah ke-Maha Esa-an Allah.
Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim dan
muslimah sampai ia betul-betul memiliki keyakinan dan kepuasan hati serta akal
bahwa ia berada di atas agama yang benar. Sedangkan mempelajari lebih dari itu
hukumnya fardhu kifayah, artinya jika telah ada yang mengetahui, yang lain
tidak berdosa. Allah swt berfirman:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Orang yang mau
mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini
adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa serta taat
kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di
muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain
penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Orang yang
mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti
ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya” (Majmu’ Fatawa 15/25)
Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji
ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan
dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid
itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan
membuahkan hasil. Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik
akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam
berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak
berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid’ah dan khurafat. (Al
Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah
Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayaan, hal 4)
a. Macam-Macam
Tauhid
Tauhid, adalah
konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah.
Tauhid dibagi
menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan
tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang
telah diikrarkan oleh seorang muslim.
A) Rububiyah
Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan,
menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak
mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al
Quran surat Az Zumar ayat 62 :”Allah menciptakan segala
sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu”. Hal yang seperti ini diakui oleh
seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang
mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan
keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati
mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada
yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka
sendiri. Hal ini sebagaimana firman Alloh “Apakah mereka diciptakan tanpa
sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan
langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka
katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah
menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin
Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini.
Sebagaimana firman Alloh, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang
tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan
Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah
yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi,
tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka
akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu
ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).
B) Uluhiyah/Ibadah
Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu
bangiNya. “Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat
dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana” (Al Imran :
18). Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan
terhadap rububiyahNya. Mengesakan Alloh dalam segala macam ibadah yang kita
lakukan. Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap,
cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan
tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Alloh semata. Tauhid inilah yang
merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum
musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Alloh mengenai
perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu
Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat
mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari
jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Alloh semata. Oleh
karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Alloh dan Rosul-Nya
walaupun mereka mengakui bahwa Alloh adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
C) Asma wa Sifat
Beriman bahwa
Allah memiliki nama dan sifat baik (asma’ul husna) yang sesuai dengan
keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma’ul husna yang merupakan nama
sekaligus sifat Allah.
b. Bidang
Pembahasan Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid
membahas enam hal, yaitu:
1. Iman kepada
Allah, tauhid kepada-Nya, dan ikhlash beribadah hanya untuk-Nya tanpa sekutu
apapun bentuknya.
2. Iman kepada
rasul-rasul Allah para pembawa petunjuk ilahi, mengetahui sifat-sifat yang
wajib dan pasti ada pada mereka seperti jujur dan amanah, mengetahui
sifat-sifat yang mustahil ada pada mereka seperti dusta dan khianat, mengetahui
mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan mereka, khususnya mu’jizat dan bukti-bukti
kerasulan Nabi Muhammad saw.
3. Iman kepada
kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul sebagai petunjuk
bagi hamba-hamba-Nya sepanjang sejarah manusia yang panjang.
4. Iman kepada
malaikat, tugas-tugas yang mereka laksanakan, dan hubungan mereka dengan
manusia di dunia dan akhirat.
5. Iman kepada
hari akhir, apa saja yang dipersiapkan Allah sebagai balasan bagi orang-orang
mukmin (surga) maupun orang-orang kafir (neraka).
6. Iman kepada
takdir Allah yang Maha Bijaksana yang mengatur dengan takdir-Nya semua yang ada
di alam semesta ini.
B.
KONSEKUENSI TAUHID
ada dua hal yang
menjadi konsekuensi dari ketauhidan kita kepada Allah.
Pertama, melaksanakan ibadah sebagai manifestasi ketaatan kita
kepada Rasulullah. Konsekuensi dari keimanan bahwa Allah adalah khaliq,
sebagaimana penulis jelaskan di atas, adalah menjalankan ibadah. Al-Qur’an
telah menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan manusia melainkan untuk
beribadah kepada-Nya (Q.S. Adz-Dzariyat: 56). Dalam konteks ini, aktivitas
manusia pada hakikatnya adalah beribadah kepada Allah, baik dalam konteks
ritual maupun sosial.
Ada dua
jenis ibadah: ibadah mahdhah (ritual) dan ibadah ‘ammah (sosial). Kaidah ushul
fiqh menyatakan, bahwa asal hukum dari ibadah mahdhah adalah haram, kecuali
jika ada dalil yang membolehkannya. Sedangkan asal hukum ibadah ammah adalah
halal, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Dengan demikian, dalam melaksanakan ibadah mahdhah, ada dua persyaratan
yang harus kita penuhi, yaitu ikhlas dan sesuai dengan tatacara yang
dicontohkan oleh Rasulullah. Sabda Rasulullah, “Barangsiapa mengerjakan suatu
amalan yang tidak ada urusannya dariku, maka ia tertolak” (Arba’in
An-Nawawiyah, hadits ke-5). Dari hadits tersebut, tentu saja kita dilarang
untuk melakukan hal-hal yang sama sekali tak pernah diajarkan atau
diperintahkan oleh Allah dalam persoalan ini. Seluruh ibadah yang bersifat ritual
(ibadah mahdhah) harus memiliki legitimasi nash dari dua sumber primer hukum
Islam: Al-Qur’an dan Hadits. Jika tidak memiliki dalil yang kuat, kita patut
berhati-hati
Banyak bentuk dari bid’ah yang bertebaran di masyarakat. Aktivitasnya tak
perlu penulis sebutkan di sini, karena masalah ini telah menjadi perdebatan
klasik di antara umat Islam sejak dulu. Akan tetapi, mengingat masalah ini
jelas menjadi persoalan besar, perlu pendekatan khusus untuk menyikapinya. Di
sinilah pentingnya dakwah bil hal kepada masyarakat yang masih belum memiliki
pemahaman menyeluruh mengenai Islam. Sedangkan untuk ibadah ‘ammah (muamalah),
kaidah ushul fiqh yang berlaku justru terbalik. Pada titik inilah ijtihad
bermain. Sehingga, tajdid (pembaharuan) memainkan peranan yang begitu penting
dalam pelaksanaan muamalah ini. Masalah-masalah yang meragukan ke-syar’ian-nya,
memerlukan penelaahan dan kajian mendalam oleh para ahli, baik ahli fiqh
muamalah atau pakar pada bidangnya. Sehingga, konsep muamalah-lah menaungi
aktivitas-aktivitas sosial yang kita lakukan selama ini.
Jika kita
kembangkan masalah ini secara lebih jauh, aktivitas politik pun tak lepas dari
persoalan ibadah ini. Aktivitas politik (siyasah), merujuk pada Al-Mawdudi,
pada hakikatnya diletakkan atas dasar tauhid sebagai penopang utama. Abul A’la
Al-Mawdudi mendasarkan siyasah islamiyyah atas tiga prinsip dasar: tauhid,
risalah, dan khilafah (lihat Syam, 2005). Aktivitas politik kemudian kita
maknai sebagai upaya membangun relasi positif antara umat (rakyat) dan imam
(pemimpin) atas dasar keimanan pada Allah.
Kedua,
mengimplementasikan tauhid dalam kehidupan sosial. Setelah kita meyakini tauhid
dengan semua implikasinya, kita juga harus mengintegrasikan tauhid dalam
kehidupan sehari-hari. Prof. Dr. Amien Rais pernah menggulirkan wacana tauhid
sosial yang mengejawantahkan tauhid dalam semua dimensi kehidupan (Rais, 1997).
Menurut Amien Rais, Tauhid Sosial merupakan dimensi sosial dari konsep
tauhid (pengesaan Allah secara mutlak), agar konsepsi tauhid yang telah terintegrasi
di pola pikir umat Islam dapat dipraktikkan pada tataran masyarakat. Implikasi
yang diharapkan dari Tauhid Sosial ini adalah munculnya manusia-tauhid
(meminjam istilah Amien Rais, lihat Muzakki, 2006) yang mampu berpikir secara
arif dengan landasan tauhid dan syariah. Dalam kacamata Amien Rais, ada lima dimensi Tauhid
Sosial. Pertama, keyakinan terhadap keesaan Allah (Unity of Godhead); Kedua,
keyakinan atas penciptaan dari Sang Pencipta (Unity of Creation); Ketiga,
keyakinan atas dasar-dasar kemanusiaan (Unity of Mankind); Keempat, keyakinan
atas adanya pedoman hidup yang mengatur manusia (Unity of Guidance); Kelima,
keyakinan atas tujuan hidup manusia sebagai umat muslim (Unity of The Purpose
of Life).
Melalui Tauhid Sosial tersebut, umat Islam dituntut untuk mempraktikkan
nilai-nilai Tauhid ke dalam realitas sosial secara benar. Seorang muslim tidak
cukup hanya menjalankan tauhid dengan meyakini bahwa Allah itu esa, tetapi juga
harus peka terhadap urusan kemanusiaan, sehingga muncul keseimbangan antara
ibadah dan perilaku sosial. Hal inilah yang disebut sebagai amal shalih.
Satu hal lagi yang penting adalah bahwa tauhid menuntut seorang muslim
untuk menerapkan fungsi keadilan, karena kepekaan terhadap hak-hak kemanusiaan
mengharuskan adanya perilaku adil kepada Allah, sesama manusia, maupun kepada
lingkungan sekitar. Saya yakin, pendekatan ‘tauhid sosial’ dapat menjadi
alternatif di tengah krisis multidimensional yang melanda bangsa ini.
C.KEDUDUKAN
TAUHID DALAM ISLAM DAN URGENSINYA
Sesungguhnya kaidah Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling
besar; satu-satunya yang diterima dan diridloi Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk
hamba-hamba Nya, yang merupakan satu-satunya jalan menuju kepada Nya, kunci
kebahagiaan dan jalan hidayah, tanda kesuksesan dan pemelihara dari berbagai
perselisihan, sumber semua kebaikan dan nikmat, kewajiban pertama bagi seluruh
hamba, serta kabar gembira yang dibawa oleh para Rasul dan para Nabi adalah
ibadah hanya kepada ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala semata dan tidak menyekutukannya,
bertauhid dalam semua keinginannya terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
bertauhid dalam urusan penciptaan, perintah-Nya dan seluruh asma (nama-nama)
dan sifat-sifat Nya. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”
(QS An Nahl: 36)
” Dan Kami tidak
mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya:
“Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku”. (QS Al Anbiya’ : 25)
“Padahal mereka
hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS
At Taubah: 31)
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Orang yang mau mentadabburi keadaan
alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan
beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta taat kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini;
fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah
menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak)
kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Orang yang merenungi hal ini dengan
sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun
di luar dirinya.
Karena
kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan
adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan
merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu.
Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan
membuahkan hasil.
Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan
tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai
kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil
maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid’ah dan khurafat.
(Al Istighatsah,
karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid
tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayyaan, hal 4)
Setiap dakwah
Islam yang baru muncul tidak dibangun di atas tauhid yang murni kepada Allah
Subhaanahu Wa Ta’ala dan tidak menempuh jalan yang telah dilalui oleh para
salaful ummah yang shalih, maka akan tersesat hina dan gagal, meski dikira
berhasil, tidak sabar ketika berhadapan dengan musuh, tidak kokoh dalam al haqq
dan tidak kuat berhadapan (dengan berbagai rintangan).
Kita saksikan
banyak contoh-contoh dakwah yang dicatat dalam sejarah berbicara kenyataan yang
menyedihkan ini dan akhir yang buruk. Dakwah-dakwah yang berlangsung
bertahun-tahun, yang telah mengorbankan nyawa dan harta kemudian berakhir
dengan kebinasaan.
Namun seorang
mu’min yang yakin dengan janji Allah yang pasti benar, tidak akan putus asa dan
menjadi kendor, tidak akan gentar menghadapi berbagai cobaan dan tidak akan
menerima jika sekian banyak percobaan-percobaan itu berlangsung silih berganti
tanpa ada manfaat yang diambil atau jatuh ke lubang yang sama untuk kedua
kalinya.
(Sebagaimana
hadits dari sahabat Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (no 6133)
dan Imam Muslim (no 2998) serta Imam Ahmad dalam Musnadnya (2/379)
Sudah ada
teladan dan contoh yang paling bagus pada diri Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa sallam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat.” (QS Al
Ahzab: 21)
Inilah manhaj pertama dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam
berdakwah kepada tauhid, memulai dengan tauhid dan mendahulukan tauhid dan
semua urusan yang dianggap penting.
Urgensi
Tauhid
Untuk memperkokoh pemahaman kita tentang pentingnya aqidah tauhid dalam
kehidupan, maka pada kesempatan ini Al Madina mencoba mengangkat tulisan syaikh
jamil zainu seorang ulama besar di jazirah Saudi Arabia, yang disusun dalam
poin-poin dengan maksud memudahkan pemahaman kita.
Allah telah menciptakan alam semesta untuk sebuah tujuan yaitu
ibadah(tauhid), dan Allah mengutus para rasul untuk menyeru manusia kepada
tauhid ini. Bahkan Al Quran mengkedepankan pembahasan tauhid ini dalam
kebanyakan surat-suratnya.al quran pun memaparkan kejelekan syirik(lawan dari
tauhid) yang berlaku pada individu dan masyarakat.
Syirik pula merupakan sebab kehancuran kehidupan manusia di dunia dan
akhirat. Sesungguhnya para Rasul memulai dakwah mereka untuk mengajak manusia
kepada Tauhid. Firman ALLAH yg artinya : “Tidaklah Kami mengutus seorang rasul
sebelummu kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan yang
berhak diibadahi selain Aku, maka beribadahlah kepada-Ku” (QS Surat Al Anbiya’)
Rasul pun mentarbiyah(memberikan pendidikan) kepada sahabatnya tentang
tauhid ini semenjak mereka kecil, sebagaimana perkataan beliau terhadap ibnu
Abbas
“Apabila Engkau
memohon maka mohonlah kepada Allah dan apabila engkau meminta pertolongan
mintalah pertolongan kepada Allah .” ( HR. Tirmidzi )
Tauhid inilah
hakikat dari agama Islam yang dibangun diatasnya bangunan Islam yang lain. Rasul
mengajarkan para sahabat agar memulai dakwahnya dengan tauhid, beliau bersabda
kepada Muadz bin Jabal yang diutus ke Yaman :
” Jadikanlah
awal yang kamu seru adalah syahadat Laa ilaaha illallah, pada riwayat yang lain
agar mereka mentauhidkan Allah” ( Muttafaq Alaih)
Tauhid adalah perwujudan dari syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad
Rasulullah yang maknanya tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan
tidak beribadah kecuali dengan syariat yang dibawa oleh Rasulullah. Syahadat
inilah yang memasukkan seseorang kepada Islam, ia juga kunci Surga, yang
seorang akan masuk surga bila mengucapkannya selama tidak beraktivitas yang
membatalkan Syahadat tersebut.
Kafir Qurays menawari Rasulullah dengan kekuasaan, harta, wanita dan
materi dunia yang lain agar rasul meninggalkan dakwah Tauhid ini. Rasul menolak
tawaran tersebut dan terus menggencarkan aktivitas dakwahnya walau menanggung
beragam ujian dan cobaan. Hingga berlalu 13 tahun dan setelah itu mekah
ditakhlukkan, dihancurkan berhala yang disembah oleh orang kafir Quraisy.
Firman ALLAH yang artinya : “Telah datang kebenaran dan hancur kebatilan
sesungguhnya kebatilan itu pasti akan hancur ” (QS Al Isra’).
Tauhid adalah kewajiban tugas seorang muslim, dengannya dimulai dan
diakhiri kehidupannya. Dan tugas dalam kehidupannya adalah menegakkan Tauhid,
berdakwah kepada tauhid. Tauhid pula lah yang menyatukan hati-hati orang-orang
yang beriman , dan kita mohon kepada Allah agar menjadikan kalimat Tauhid
sebagai akhir kehidupan kita.
D.
KEPENTINGAN ILMU TAUHID DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
A. Kesan Tidak
Memahami Ilmu Tauhid
1. Seseorang
yang tidak mengetahui siapa penciptanya tidak akan mengetahui kenapa dia
dicipta dan hikmah kewujudannya di muka bumi. Kehidupan di bumi akan tamat sedangkan
dia tidak tahu kenapa ia bermula.
(Muhammad: 10)
2. Mereka yang tidak beriman dengan Hari Akhirat
akan terpedaya dengan kehidupan di dunia dan menjadikan setiap kerjanya untuk
mencari kesenangan di dunia sebelum mati. Dia mencari kemewahan dunia tanpa
hiraukan halal dan haram, tidak hiraukan orang lain dan mementingkan diri
sendiri. Sikap individualistik ini yang akan memecahbelahkan masyarakat,
merosakkan hubungan dan menyebabkan peperangan antara satu sama lain.
3.Akidah dan
amalan manusia akan rosak dan maksiat serta dosa akan berleluasa. Maka, Allah
akan menurunkan azab ke atas orang Islam yang mengabaikan dan mensia-siakan
agama mereka
(ar-Rum: 41)
B. Implikasi Ilmu Tauhid dalam Kehidupan Manusia
1.Orang yang
mengesakan Allah dan beriman kepada para Rasul mengetahui tujuan Allah
menciptakannya. Dia menjalani kehidupan di atas jalan yang lurus. Dia
mengetahui permulaan dan pengakhiran kehidupan dan dia jauh dari kegelapan.
(al-Mulk: 22)
2.Tauhid
menjadikan hati manusia itu bersatu di bawah Allah yang satu, kitab yang satu,
Rasul yang satu dan kiblat yang satu. Iman menjadikan manusia berkasih sayang
dan bersaudara. (al-Hujuraat: 10). Juga digambarkan oleh Rasulullah:
“Perumpamaan
orang yang beriman dalam kemesraan dan kasih sayang antara mereka adalah
seperti satu jasad. Apabila satu anggota sakit, semua anggota yang lain
terpaksa berjaga malam dan menanggung sakit demam.”
Masyarakat beriman sentiasa tolong-menolong dalam melakukan kebajukan dan
ketakwaan, menegah ahli lain dari melakukan dosa dan bermusuh-musuhan. Semua
individu akan bekerja untuk mendapat kejayaan yang diredhai Allah. Takut untuk
melakukan kezaliman dan kejahatan kerana takutkkan Allah.
(Ali-Imran: 110)
3.Apabila iman
bekembang dalam masyarakat, akan membuahkan pelbagai amalan soleh, maka pintu
kebaikan akan dibuka dan mereka akan memperoleh kemenangan dalam menghadapi
musuh kerana mendapat pertolongan Allah.
(al-A’raaf: 96)
(Muhammad: 7)
Perihal orang
islam terdahulu, mereka golongan lemah dan fakir tetapi mereka beriman dan
mengerjakan amalan soleh. Dengan itu Allah membuka pintu dunia dan mengurniakan
mereka kurniaanNya dan memberi kemenangan.
0 komentar:
Posting Komentar