BAB I
PENDAHULUAN
Diantara bukti kesempurnaan
agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara salam, yaitu akad
pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan
pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan
dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur
tipu-menipu atau ghoror (untung-untungan)., Pembeli (biasanya) mendapatkan
keuntungan berupa:Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia
butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.Sebagaimana ia juga mendapatkan barang
dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia
membutuhkan kepada barang tersebut.
Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding
pembeli, diantaranya:
Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang
halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus
membayar bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat
menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.
Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya
tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup
lama.
Jual-beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh Islam
guna menghindari riba. Dan mungkin ini merupakan salah satu hikmah
disebutkannya syari'at jual-beli salam seusai larangan memakan riba.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Istilah salam
sering juga disebut dengan salaf. Di kebanyakan hadits nabawi, istilah yang
nampaknya lebih banyak digunakan adalah
salaf. Namun dalam kitab fiqih, lebih sering digunakan salam.
1.1. Bahasa
Secara
bahasa, salam (سلم) adalah al-i'tha' (الإعطاء) dan at-taslif (التسليف). Keduanya
bermakna pemberian.[1] Ungkapan
aslama ats-tsauba lil al-khayyath bermakna : dia telah menyerahkan baju
kepada penjahit. [2]
1.2. Istilah Syariah
Sedangkan
secara istilah syariah, akad salam sering didefinisikan oleh para fuqaha secara
umumnya menjadi : (بيع موصوف في الذمة ببدل يعطى عاجلا). Jual-beli barang yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan
dengan imbalan (pembayaran) yang dilakukan saat itu juga.
Dengan bahasa
yang mudah, akad salam itu pada hakikatnya adalah jual-beli dengan hutang. Tapi
bedanya, yang dihutang bukan uang pembayarannya, melainkan barangnya. Sedangkan
uang pembayarannya justru diserahkan tunai.
Jadi akad
salam ini kebalikan dari kredit. Kalau
jual-beli kredit, barangnya diserahkan terlebih dahulu dan uang pembayarannya
jadi hutang. Sedangkan akad salaf, uangnya diserahkan terlebih dahulu sedangkan
barangnya belum diserahkan dan menjadi hutang.
1.2. Definisi Para Fuqaha'
Ada beberapa
definisi salam menurut para ulama mazhab sesuai dengan syarat yang mereka
ajukan. Setidaknya ada tiga pendapat dalam hal ini.
Pendapat
pertama adalah pendapat yang menetapkan bahwa salam itu merupakan jual beli
yang uangnya dibayarkan sekarang sedangkan barangnya diserahkan kemudian. Pendapat
kedua, hanya mensyaratkan penyerahan uangnya yang harus saat akad, adapun
barangnya boleh langsung diserahkan ataupun bisa juga diserahkan kemudian. Pendapat
ketiga, tidak mensyaratkan uangnya diserahkan sekarang, demikian juga
dengan barangnya juga tidak diserahkan sekarang.
1.1. Pendapat Pertama
Sudah
disebutkan bahwa menurut pendapat pertama, akad salam merupakan jual beli yang
uangnya dibayarkan sekarang sedangkan barangnya diserahkan kemudian.
Mazhab Hanafi
dan Hambali yang diwakili oleh Ibnu 'Abidin menyebutkan bahwa salam
adalah (شراء آجل بعآجل), membeli sesuatu yang
diberikan kemudian dengan pembayaran sekarang.
Maksudnya,
salaf adalah membeli sesuatu yang diserahkannya bukan saat akad dilangsungkan
tetapi diserahkan kemudian. Ini menjadi syarat dari akad salam. Namun mereka
menetapkan bahwa pembayarannya harus dilakukan saat itu juga, yakni saat akad
dilangsungkan.[3]
Hal senada
dituliskan dalam kitab Kasysyaf Al-Qina' (عقد موصوف في الذمة
مؤجل بثمن مقبوض في مجلس العقد),
maknanya adalah akad atas pembelian sesuatu yang hanya disebutkan sifatnya dan
menjadi tanggungan di kemudian hari dengan pembayaran yang maqbudh, yakni
dilakukan saat itu juga dalam majelis akad.[4]
1.2. Pendapat Kedua
Adapun mazhab
Asy-Syafi'i, tidak mensyaratkan penyerahan sesuatu yang diperjual-belikan itu
di kemudian hari atau saat itu juga. Yang lebih penting adalah -menurut mereka,
penyerahan uang pembayarannya dilakukan saat akad. Pendapat kedua ini hanya
mensyaratkan penyerahan uangnya yang harus saat akad, adapun barangnya boleh
langsung diserahkan ataupun bisa juga diserahkan kemudian.
Di dalam
kitab Raudhatut-Thalibin, Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan
bahwa akad salam itu adalah : (عقد على موصوف في الذمة
ببدل يعطى عاجلا). Maksudnya,
salam adalah sebuah akad atas suatu benda yang disebutkan sifatnya dalam
tanggungan dengan imbalan yang dilakukan saat itu juga.[5]
Dalam
definisi ini tidak ada ketentuan bahwa barang itu harus diserahkan kemudian
atau saat itu juga. Hal inilah yang
membedakan definisi mazhab Asy-Syafi'i ini dengan kedua mazhab sebelumnya.
1.3. Pendapat Ketiga
Sedangkan
pendapat yang ketiga ini mensyaratkan barangnya diserahkan kemudian, bukan saat
akad, sedangkan uangnya tidak disyaratkan harus diserahkan saat itu juga. Jadi
intinya uang pembayarannya boleh diserahkan saat akad itu dilangsungkan atau
pun boleh juga diserahkan kemudian.
Pendapat
ketiga ini dikemukakan oleh Mazhab Maliki sebagaimana tertera dalam kitab Idhahul
Masalik Ila Al-Qawa'id Al-Imam Malik.[6]
Dalam kitab itu sebutkan bahwa
بيع معلوم في الذمة محصور بالصفة بعين حاضرة أو ما هو في حكمها إلى أجل
معلوم
Jual-beli
barang yang diketahui dalam tanggungan yang sifatnya ditentukan, dengan
pembayaran yang hadir (saat itu juga) atau dengan pembayaran yang berada
dalam hukumnya, hingga waktu yang diketahui.
Penyebutan
kalimat : dengan pembayaran yang berada
dalam hukumnya, mengisyaratkan tidak diharuskannya pembayaran itu dilakukan
saat akad, tetapi dibenarkan bila diserahkan 2 atau 3 hari kemudian setelah
akad berlangsung.
Dan
penyebutan kalimat : hingga waktu
yang diketahui, mengisyaratkan keharus penyerahan barangnya bukan saat akad
tetapi diserahkan di kemudian hari.
2. Masyru'iyah
Akad salam
ditetapkan kebolehannya di dalam Al-Quran, As-Sunnah dan juga ijma'.
2.1. Al-Quran
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم
بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya (QS. Al-Baqarah : 282)
قال ابن عباس : أشهد أن السلف المضمون إلى أجل مسمى قد أحل الله في
كتابه وأذن فيه ثم قرأ هذه الآية (أخرجه الشافعي في مسنده)
Ibnu Al-Abbas berkata, Aku
bersaksi bahwa akad salaf (salam) yang ditanggung hingga waktu yang ditentukan
telah dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya dan Dia telah mengizinkannya. Kemudian
beliau membaca ayat ini. (HR Asy-Syafi'i dalam musnadnya)
2.2. As-Sunnah
Sedangkan
dalam As-Sunnah An-Nabawiyah, dalil dengan salam ini disebutkan dalam hadits
riwayat Ibnu Abbas RA.
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَدِمَ
اَلنَّبِيُّ ص اَلْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي اَلثِّمَارِ اَلسَّنَةَ
وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ: مَنْ أَسْلَفَ
فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ
مَعْلُومٍ - مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Ibnu Abbas RA berkata bahwa
ketika Nabi SAW baru tiba di Madinah, orang-orang madinah biasa meminjamkan
buah kurma satu tahun dan dua tahun. Maka Nabi SAW bersabda,"Siapa yang
meminjamkan buah kurma maka harus meminjamkan dengan timbangan yang tertentu
dan sampai pada masa yang tertentu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
وَعَنْ عَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، وَعَبْدِ اَللَّهِ بْنِ
أَبِي أَوْفَى رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالا:
كُنَّا نُصِيبُ اَلْمَغَانِمَ مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَِسَلَّمَ وَكَانَ يَأْتِينَا أَنْبَاطٌ مِنْ أَنْبَاطِ اَلشَّامِ فَنُسْلِفُهُمْ
فِي اَلْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ وَالزَّبِيبِ
وَفِي رِوَايَةٍ: وَالزَّيْتِ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى قِيلَ: أَكَانَ لَهُمْ
زَرْعٌ؟ قَالا: مَا كُنَّا نَسْأَلُهُمْ عَنْ ذَلِكَ - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Abdurrahman bin Abza dan
Abdullah bin Auf RA keduanya mengatakan,"Kami biasa mendapat ghanimah
bersama Rasulullah SAW. Datang orang-orang dari negeri syam. Lalu kami
pinjamkan kepada mereka untuk dibayar gandum atau sya’ir atau kismis dan minyak
sampai kepada masa yang telah tertentu. Ketika ditanyakan kepada kami,"Apakah
mereka itu mempunyai tanaman?”. Jawab kedua sahabat ini,"Tidak kami
tanyakan kepada mereka tentang itu”. (HR Bukhari dan Muslim)
2.3. Dalil Ijma'
Ibnu
Al-Munzir menyebutkan bahwa semua orang yang kami kenal sebagai ahli ilmu telah
bersepakat bahwa akad salam itu merupakan akad yang dibolehkan.[7]
3. Keuntungan dan Manfaat
Akad Salam
Akad salam
ini dibolehkan dalam syariah Islam karena punya hikmah dan manfaat yang besar,
dimana kebutuhan manusia dalam bermuamalat seringkali tidak bisa dipisahkan
dari kebutuhan atas akad ini. Kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli bisa
sama-sama mendapatkan keuntungan dan manfaat dengan menggunakan akad salam.
Pembeli
(biasanya) mendapatkan keuntungan berupa:
·
Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan
yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.
·
Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan
harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia
membutuhkan kepada barang tersebut.
Sedangkan
penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli,
diantaranya:
·
Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan
usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan
mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian selama belum
jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk
menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada
kewajiban apapun.
·
Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi
permintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan
barang pesanan berjarak cukup lama.
4. Contoh Akad Salam
Secara
ilustrasi, akad salam ini bisa digambarkan semisal seorang pedagang atau
broker yang tidak punya modal uang segar. Untuk dapat menjual barang, dia tidak
punya uang sebagai modal untuk membeli barang itu dari sumbernya, padahal
barang itu tidak bisa dibeli kecuali dengan cara tunai. Di sisi lain pedagang
ini pandai mendapatkan order permintaan dari calon pembelinya. Maka dia bisa
melakukan akad salam yang halal dengan calon pembelinya itu.
Dalam hal
ini, calon pembeli membeli barang dari si pedagang dengan spesifikasi yang
telah disepakati, juga dengan harga yang
disepakati pula, namun uangnya langsung dibayarkan. Dengan uang
pembayaran yang sudah diserahkan itulah di pedagang bisa membeli barang yang
diinginkan, tentunya dia mendapatkan dengan harga di bawah dari harga jual.
Cara ini
halal dan berbeda dengan keharaman menjual barang yang belum menjadi milik
dengan beberapa alasan. Antara lain misalnya :
·
Menjual barang yang bukan miliknya itu haram
karena boleh jadi barang yang bukan miliknya itu sudah diserahkan kepada
pembeli. Berbeda dengan salam yang barangnya memang belum diserahkan dan
menjadi hutang bagi si penjual.
·
Menjual barang yang belum menjadi milik itu
haram lantaran tidak ada jaminan bagi si penjual untuk bisa mendapatkan barang
itu untuk diserahkan kepada pembelinya. [8]
·
Dalam akad salam, barang yang dijual tidak harus
barang tertentu yang dimaksud. Misalnya, yang dijual tidak harus berupa seekor
sapi tertentu milik C yang namanya si Paijo. Tetapi bisa saja sapi lain bukan
bernama Paijo, asalkan yang memenuhi spesifikasi yang disepakati.[9]
Contoh lain
misalnya seorang petani yang membutuhkan modal untuk menanam. Dia butuh
bibit, pupuk, obat hama dan biaya lainnya. Dengan akad salam ini, dia bisa
menjual hasil panennya sebelum dia menanam.
Namun yang
membedakannya dengan sistem ijon yang haram itu adalah dalam akad salam ini,
hasil panen yang dijual harus ditetapkan spesifikasinya sejak akad disepakati
secara tepat. Baik jenisnya kualitas, kuantitas dan lainnya. Tidak boleh
digantungkan pada semata-mata hasil panen.
Sehingga apabila hasil panennya tidak sesuai dengan spesifikasi yang
sudah disepakati, hutangnya dianggap tetap belum terbayar. Petani itu wajib
membayar dengan hasil panen yang sesuai dengan spesifikasi yang sudah
disepakati, bagaimana pun caranya termasuk dengan membeli dari petani lain.
Sedangkan
sistem ijon itu haram, karena barang yang dijual semata-mata apa adanya dari
hasil panen. Bila hasil panennya jelek atau tidak sesuai harapan, maka yang
membeli hasil panen itu rugi. Sebaliknya, bila hasilnya bagus, maka boleh jadi
petaninya yang rugi, karena harga jualnya jauh lebih rendah dari harga pasar
yang berlaku saat itu.
Jenis-jenis akad salam
1. Salam
dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan
pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
2. Salam
paralel, artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pemesanan
pembeli dan penjual serta antara penjual dengan pemasok (supplier) atau pihak
ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memilikibarang pesanan dan
memesan kepada pihak lainuntuk menyediakan barang pesanan tersebut. Salam
parallel dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada akad yang
pertama yaitu akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada akad antar
pembeli dan penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat tidak
diperbolehkan. Beberapa ulama kontemporer tidak membolehkan transasksi salam
parallel terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara
terus-menerus, karena dapat menjurus kepada riba.
5. Rukun Akad Salam
a.
Shighat
Shighat itu
adalah ijab dan qabul, dimana penjual mengicpakan lafadz ijab kepada pembeli,
seperti aslamtuka (aku jual secara salam) atau aslaftuka (aku
jual secara salaf), atau dengan kata-kata lain yang menjadi musytaq dari
keduanya.[10]
Sedangkan qabul
adalah jawaban dari pihak yang membeli secara salam, seperti ucapan : qabiltu
(saya terima), atau radhitu (saya rela), atau sejenisnya yang punya
makna persetujuan.[11]
b.
Kedua-belah Pihak
Yang dimaksud
dengan kedua-belah pihak adalah keberadan penjual dan pembeli yang melakukan
akad salam. Penjual sering disebut dengan musallim (مسلم), sedangkan
pembeli sering disebut musallam ilaihi (مسلم
إليه). Tanpa keberadaan
keduanya, maka salah satu rukun salam tidak terpenuhi, sehingga akad itu
menjadi tidak sah.
Pada
masing-masing harus terdapat syarat, yaitu syarat ahliyah atau syarat wilayah.
Syarat
ahliyah maksudnya mereka masing-masing itu adalah pemilik orang yang
beragama Islam, aqil, baligh, rasyid[12].
Sedangkan syarat
wilayah, maksudnya masing-masing menjadi wali yang mewakili pemilik aslinya
dari uang atau barang, dengan penujukan yang sah dan berkekuatan hukum sama.
c.
Uang dan Barang
Uang sering
disebut juga dengan ra'sul maal (رأس المال), sedangkan barang disebut dengan musallam
fiihi (مسلم فيه).
Akad salam
memastikan adanya harta yang dipertukarkan, yaitu uang sebagai alat pembayaran
dan barang sebagai benda yang diperjual-belikan.
6. Syarat Akad Salam
Sebuah akad
salam membutuhkan terpenuhinya syarat pada tiap rukunnya, baik yang terdapat
pada uangnya atau pun pada barangnya.
a.
Syarat Pada Uang
Uang yang
dijadikan alat pembayaran dalam akad salam diharuskan memenuhi kriteria sebagai
berikut :
Jelas
Nilainya
Uangnya harus
disebutkan dengan jelas nilainya atau kursnya. Kalau di zaman dahulu, harus
dijelaskan apakah berbentuk coin emas atau perak.
Diserahkan Tunai
Pembayaran
uang pada akad salam harus dilakukan secara tunai atau kontan pada majelis akad
salam itu juga, tanpa ada sedikitpun yang terhutang atau ditunda.
Bila
pembayarannya ditunda (dihutang) misalnya setahun, kemudian ketika pembayaran,
pemesan membayar dengan menggunakan cek atau bank garansi yang hanya dapat
dicairkan setelah beberapa bulan yang akan datang, maka akad seperti ini
terlarang dan haram hukumnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
عن ابن عمر ضي الله عنهما أن النبي ص نهى عن بيع الكالئ بالكالئ- رواه
الدارقطني والحاكم والبيهقي
Dari Ibnu Umar RA bahwa Nabi
SAW melarang jual-beli piutang dengan
piutang." (HR Ad-Daraquthny, Al Hakim dan Al Baihaqy).[13]
Ibnul Qayyim
berkata: "Allah mensyaratkan pada akad salam agar pembayaran dilakukan
dengan kontan; karena bila ditunda, niscaya kedua belah pihak sama-sama
berhutang tanpa ada faedah yang didapat. Oleh karena itu, akad ini dinamakan
dengan salam, karena adanya pembayaran di muka.
Sehingga bila
pembayaran ditunda, maka termasuk ke dalam penjualan piutang dengan piutang
yang haram hukumnya.
Ketentuan syariah yang terkait dengan modal
salam, yaitu:
1) Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.
1) Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.
2) Modal
salam bebrbentuk uang tunai
3) Modal
salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh utang atau pelunasan
piutang.
b.
Syarat Pada Barang
Bukan Ain-nya Tapi Spesifikasinya
Dalam akad
salam, penjual tidak menjual ain suatu barang tertentu yang sudah ditetapkan,
melainkan yang dijual adalah barang dengan spesifikasi tertentu.
Sebagai
contoh, seorang pedagang material bangunan menjual secara salam 10 kantung
semen dengan merek tertentu dan berat tertentu kepada seorang pelanggan.
Kesepakatannya pembayaran dilakukuan saat ini juga, namun penyerahan semennya
baru 2 bulan kemudian, terhitung sejak akad itu disepakati.
Walaupun saat
itu mungkin saja si pedagang punya 10 kantung semen yang dimaksud di gudangnya,
namun dalam akad salam, bukan berarti yang harus diserahkan adalah 10 kantung
itu. Pedagang itu boleh saja dia menjual ke-10 kantung itu saat ini ke pembeli
lain, asalkan nanti pada saat jatuh tempo 2 bulan kemudian, dia sanggup
menyerahkan 10 kantung semen sesuai kesepakatan.
Sebab yang
dijual bukan ke-10 kantung yang tersedia di gudang, tapi yang dijual adalah 10
kantung yang lain, yang mana saja, asalkan sesuai spesifikasi.
Barang Jelas Spesifikasinya
Barang yang
dipesan harus dijelaskan spesifikasinya, baik kualitas mau pun juga kuantitas.
Termasuk misalnya jenis, macam, warna, ukuran, dan spesifikasi lain. Pendeknya,
setiap kriteria yang diinginkan harus ditetapkan dan dipahami oleh kedua-belah
pihak, seakan-akan barang yang dimaksud ada di hadapan mereka berdua.
Dengan
demikian, ketika penyerahan barang itu dijamin 100% tidak terjadi komplain dari
kedua belah pihak.
Sedangkan
barang yang tidak ditentukan kriterianya, tidak boleh diperjual-belikan dengan
cara salam, karena akad itu termasuk akad gharar (untung-untungan) yang
nyata-nyata dilarang dalam hadits berikut:
أنَّ النبي ص نهى عن بيع الغرر- رواه مسلم
Nabi SAW
jual-beli untung-untungan." (HR Muslim)
Barang Tidak Diserahkan Saat Akad
Apabila barang
itu diserahkan tunai, maka tujuan utama dari salam malah tidak tercapai, yaitu
untuk memberikan keleluasan kepada penjual untuk bekerja mendapatkan barang itu
dalam tempo waktu tertentu.
Dalilnya
adalah sabda Rasulullah SAW :
مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ
مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ -
مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Siapa yang meminjamkan buah
kurma maka harus meminjamkan dengan timbangan yang tertentu dan sampai pada
masa yang tertentu”. (HR. Bukhari
dan Muslim)
Al-Qadhi Ibnu
Abdil Wahhab mengatakan bahwa salam itu adalah salaf, dimana akad itu memang
sejak awal ditetapkan untuk pembayaran di awal dengan penyerahan barang
belakangan.
Batas Minimal Penyerahan
Barang[14]
·
Al-Karkhi dari Al-Hanafiyah menyebutkan minimal
jatuh tempo yang disepakati adalah setengah hari dan tidak boleh kurang dari
itu.
·
Ibnu Abil Hakam mengatakan tidak mengapa bila
jaraknya 1 hari.
·
Ibnu Wahab meriwayatkan dari Malik bahwa minimal jarak penyerahan barang adalah 2 atau
3 hari sejak akad dilakukan.
·
Ulama lain menyebutkan minimal batasnya adalah 3
hari, sebagai qiyas dari hukum khiyar syarat.
Jelas Waktu Penyerahannya
Harus
ditetapkan di saat akad dilakukan tentang waktu (jatuh tempo) penyerahan
barang. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ . متفق عليه
Hingga waktu (jatuh tempo)
yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula." (Muttafaqun
'alaih)
Para fuqaha
sepakat bila dalam suatu akad salam tidak ditetapkan waktu jatuh temponya, maka
akad itu batal dan tidak sah. Dan ketidak-jelasan kapan jatuh tempo penyerahan
barang itu akan membawa kedua-belah pihak ke dalam pertengkaran dan penzaliman
atas sesama.
Jatuh tempo
bisa ditetapkan dengan tanggal, bulan, atau tahun tertentu, atau dengan jumlah hari atau minggu atau bulan terhitung
sejak disepakatinya akad salam itu.
Dimungkinkan Untuk Diserahkan Pada Saatnya
Pada saat
menjalankan akad salam, kedua belah pihak diwajibkan untuk memperhitungkan
ketersedian barang pada saat jatuh tempo. Persyaratan ini demi menghindarkan
akad salam dari praktek tipu-menipu dan untung-untungan, yang keduanya
nyata-nayata diharamkan dalam syari'at Islam.
Misalnya
seseorang memesan buah musiman seperti durian atau mangga dengan perjanjian:
"Barang harus diadakan pada selain waktu musim buah durian dan
mangga", maka pemesanan seperti ini tidak dibenarkan. Selain mengandung
unsur gharar (untung-untungan), akad semacam ini juga akan menyusahkan salah
satu pihak. Padahal diantara prinsip dasar perniagaan dalam islam ialah
"memudahkan", sebagaimana disebutkan pada hadits berikut:
لا ضَرَرَ ولا ضِرَار. رواه احمد وابن ماجة وحسنه الألباني.
Tidak ada kemadharatan atau
pembalasan kemadhorotan dengan yang lebih besar dari perbuatan. (Riwayat Ahmad,
Ibhnu Majah dan dihasankan oleh Al Albany)
Ditambah lagi
pengabaian syarat tersedianya barang di pasaran pada saat jatuh tempo akan
memancing terjadinya percekcokan dan perselisihan yang tercela. Padahal setiap
perniagaan yang rentan menimbulkan percekcokan antara penjual dan pembeli pasti
dilarang.
Jelas Tempat Penyerahannya
Yang dimaksud
dengan barang yang terjamin adalah barang yang dipesan tidak ditentukan selain
kriterianya. Adapun pengadaannya, maka diserahkan sepenuhnya kepada pengusaha,
sehingga ia memiliki kebebasan dalam hal tersebut. Pengusaha berhak untuk
mendatangkan barang dari ladang atau persedian yang telah ada, atau dengan
membelinya dari orang lain.
1) Apabila
barang tidak ada pada waktu yang ditentukan amaka akad menjadi fasakh/ rusakdan
pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai barang yang dipesan tersedia atau
membatalkan akad.
2) Apabila
barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati maka pembeli
boleh melakukan khiar atau memilih untuk menerima atau menolak.
3) Apabila barang yang dikirimmemiliki kualitas
yang lebih baik, maka penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran
4) Apabila
barang yang dikirim kualitasnya rendah, pembeli boleh memilih atau menolaknya.
5) Barang
boleh dikirim sebelum jatuh tempoasalan diketahui oleh kedua belah pihak
6) Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum
diterima tidak dibolehkan secara syariah.
7) Kaidah
penggantian barang yang dipesan dengan barang lain.
8) Apabila tempat penyerahan barang tidak
disebutkan, akad tetap sah.
Persyaratan ini bertujuan untuk
menghindarkan akad salam dari unsur gharar (untung-untungan), sebab bisa saja
kelak ketika jatuh tempo, pengusaha –dikarenakan suatu hal- tidak bisa
mendatangkan barang dari ladangnya, atau dari perusahaannya.
Berakhirnya Akad
Salam
Dari penjelasan diatas, hal-hal yang dpat membatalkan kontrak adalah:
1. Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.
2. Barang yang dikirim cacat atau tudaks esuai dengan yang disepakati dalam akad.
3. Barangyang dikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk menolak atau membatalkan akad.
4. Barang yang dikirim kualitsnya tidak sesuai akd tetapi pembeli menerimanya
Dari penjelasan diatas, hal-hal yang dpat membatalkan kontrak adalah:
1. Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.
2. Barang yang dikirim cacat atau tudaks esuai dengan yang disepakati dalam akad.
3. Barangyang dikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk menolak atau membatalkan akad.
4. Barang yang dikirim kualitsnya tidak sesuai akd tetapi pembeli menerimanya
5. Barang diterima.
B.Pengertian Jual beli dengan Akad
Salam Secar online (E-Commerce)
Transaksi secara online merupakan transakasi pesanan dalam
model bisnis era global yang non face, dengan hanya melakukan transfer data
lewat maya (data intercange) via internet, yang mana kedua belah pihak, antara
originator dan adresse (penjual dan pembeli), atau menembus batas System
Pemasaran dan Bisnis-Online dengan menggunakan Sentral shop, Sentral Shop
merupakan sebuah Rancangan Web Ecommerce smart dan sekaligus sebagai Bussiness
Intelligent yang sangat stabil untuk diguakan dalam memulai, menjalankan,
mengembangkan, dan mengontrol Bisnis.
Perkembangan teknologi inilah yang bisa memudahkan transaksi
jarak jauh, dimana manusia bisa dapat berinteraksi secara singkat walaupun tanp
face to face, akan tetapi didalam bisnis adalah yang terpenting memberikan
informasi dan mencari keuntungan.
Adapun mengenai definisi mengenai E-Commerce secara umumnya
adalah dengan merujuk pada semua bentuk transaksikomersial, yang menyangkut
organisasi dan transmisi data yang digeneralisasikan dalam bentuk teks, suara,
dan gambar secara lengkap.
Sedangkan pihak-pihak yang terlibat sebagaiman yang telah diungkapkan dalam akad salam diatas, mungkin tidak beda jauh, hanya saja persyaratan tempat yang berbeda.
Sedangkan pihak-pihak yang terlibat sebagaiman yang telah diungkapkan dalam akad salam diatas, mungkin tidak beda jauh, hanya saja persyaratan tempat yang berbeda.
C.Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembelian Secara Online
(E-Commerce)
Sebagaimana keterangan dan penjelasan mengenai dasar hokum hingga persyaratan transaksi salam dalam hokum islam, kalo dilihat secara sepintas mungkin mengarah pada ketidak dibolehkannya transaksi secara online (E-commerce), disebabkan ketidak jelasan tempat dan tidak hadirnya kedua pihak yang terlibat dalam tempat.
Sebagaimana keterangan dan penjelasan mengenai dasar hokum hingga persyaratan transaksi salam dalam hokum islam, kalo dilihat secara sepintas mungkin mengarah pada ketidak dibolehkannya transaksi secara online (E-commerce), disebabkan ketidak jelasan tempat dan tidak hadirnya kedua pihak yang terlibat dalam tempat.
Tapi kalo kita coba lebih telaah lagi dengan mencoba
mengkolaborasikan antara ungkapan al-Qur’an, hadits dan ijmma’, dengan sebuah
landasan :
الأصل في المعاملة الإباحة حتى يدل الدليل لعلى تحرمه
Dengan melihat keterangan diatas undijadikan sebagai pemula dan pembuka cenel keterlibatan hokum islam terhadap permasalahan kontemporer. Karena dalam al-Qur’an permasalahn trasnsaksi online masih bersifat global, selamjutnya hanya mengarahkan pada peluncuran teks hadits yang dikolaborasikan dalam peramasalahan sekarang dengan menarik sebuah pengkiyasan.
الأصل في المعاملة الإباحة حتى يدل الدليل لعلى تحرمه
Dengan melihat keterangan diatas undijadikan sebagai pemula dan pembuka cenel keterlibatan hokum islam terhadap permasalahan kontemporer. Karena dalam al-Qur’an permasalahn trasnsaksi online masih bersifat global, selamjutnya hanya mengarahkan pada peluncuran teks hadits yang dikolaborasikan dalam peramasalahan sekarang dengan menarik sebuah pengkiyasan.
Sebagaimana ungkapan Abdullah bin Mas’ud : Bahwa apa yang
telah dipandang baik leh muslim maka baiklah dihadapan Allah, akan tetapi
sebaliknya.
Dan yang paling penting adalah kejujuran, keadilan, dan kejelasan dengan memberikan data secara lengkap, dan tidak ada niatan untuk menipu atau merugikan orang lain, sebagaimana firman Allah dalam surat Albaqarah 275 dan 282 diatas.
Dan yang paling penting adalah kejujuran, keadilan, dan kejelasan dengan memberikan data secara lengkap, dan tidak ada niatan untuk menipu atau merugikan orang lain, sebagaimana firman Allah dalam surat Albaqarah 275 dan 282 diatas.
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
1.Transaksi salam adalah transaksi pesanan dengan melibatkan penjual dan sipembeli, dengan membayar uang dimuka dan barangnya diserahkan dikemudian hari
2.Transaksi memesan barang secara online
non face atau maya world, dengan cara menular data, dengan menampakkan
keperluan, kejelasan barang, baik berupa tulisan atau gambar
3.Ketika bentuk barang sudah jelas, dengan
menampakkan keseluruhan barang, walaupun tidak secara langsung, akan tetapi,
dengan tidak adanya niat saling merugikan, hanya sebatas bisnis, agar saling
menguntungkan dan memuaskan.
[1] Salam yang
dimaksud dalam pembahasan ini terdiri dari tiga huruf : sin-lam-mim (سلم),
artinya adalah penyerahan dan bukan berarti perdamaian. Dari kata salam inilah
istilah Islam punya akar yang salah satu maknanya adalah berserah-diri.
Sedangkan kata salam yang bermakna perdamaian terdiri dari 4 huruf,
sin-lam-alif-mim (سلام).
[2] Lisanul Arab,
madah 'Gharar' halaman 217
[3] Lihat Ad-Dur
Al-Mukhtar jilid 4 halaman 203
[4] Kassyaf
Al-Qinna' jilid 3 halaman 276
[5] Raudhatut-Thalibin
oleh Al-Imam An-Nawawi jilid 4 halaman 3.
[6] Idhahul Masalik
Ila Al-Qawa'id Al-Imam Malik jilid halaman 173
[7] Al-Mughni oleh
Ibnu Qudamah jilid 4 halaman 304
[8] Misalnya, A
penjual dan B pembeli. A menjual mobil yang masih milik C kepada B dengan harga
tertentu. Padahal A sama sekali tidak bisa memastikan apakah C mau menjual
mobilnya ke A untuk dijual lagi ke C. Maka akad ini adalah akad haram. Namun bila
A sudah padat kepastian bahwa C rela menjual mobilnya kepada A asalkan dibayar
tunai dengan harga yang disepakati, maka A pada dasarnya sudah boleh menjual
mobil itu kepada C, meski secara status mobil itu belum menjadi miliknya
sepenuhnya. Dalam syarat barang yang diperjual-belikan akan nampak lebih jelas
lagi nanti.
[9] Misalnya, A menjual
secara salam berupa seekor sapi kepada B. A dan B sepakat bahwa spesifikasi
sapi itu misalnya sapi jenis tertentu, betina, usia 3 tahun, berat badan sekian
dan seterusnya. Akad itu menjadi haram kalau sapi yang dimaksud adalah harus
sapi milik C yang tertentu yaitu yang bernama Paijo, padahal C belum tentu
menjualnya kepada A. Tapi akad itu menjadi halal dalam salam, karena sapinya
tidak harus si Paijo milik C, bisa sapi yang bernama siapa saja asalkan
kriterianya tepat sesuai dengan yang disepakati. Dan tentunya sapi seperti itu
tersedia dimana-mana asalkan ada uangnya.
[10] Misalnya lafadz
: A'thaituka salaman (aku serahkan kepadamu secara salam)
[11] Lihat kitab
Al-Badai' jilid 5 halaman 201dan Kitab Al-Muhadzdzab jilid 3 halaman 104
[12] Rasyid sering
diartikan sebagai orang yang tidak tidak gila, bodoh, budak, idiot, mabuk,
ayan, dipaksa dan seterusnya. Lihat Dr.
Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu jilid 7 halaman
160-166
[13] Hadits ini
dilemahkan oleh banyak ulama' diantaranya Imam As Syafi'i, Ahmad, dan disetujui
oleh Al Albany
[14] Lihat
Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah jilid 25 halaman 213-214
0 komentar:
Posting Komentar