Perusahaan Keuangan merupakan lembaga yang melaksanakan
fungsi utama menyalurkan dana dari yang surplus/ berlebih kepada mereka yang
kekurangan dana. Adapun jenis-jenis perusahaan keuangan adalah sebagai berikut:
Bank Komersial (Commercial Banks): lembaga simpanan yang
memiliki asset utama berupa pinjaman dan kewajiban utama lain yaitu tabungan
(deposits). Pinjaman komersial beraneka ragam, meliputi konsumen, komersial dan
pinjaman real estate, dari institusi tabungan lainnya. Kewajiban bank komersial
meliputi lebih banyak sumber dana, seperti subordinates notes atau debentures,
daripada lembaga simpanan lainnya.
Thrifts: lembaga simpanan dalam bentuk tabungan antau
pinjaman, savings banks dan credit unions. Thrits umumnya melakukan jasa yang
mirip dengan bank-bank komersial, tetapi merek cenderung berkonsentrasi pada
pinjaman mereka dalam satu segmen, seperti pinjaman real estate dan pinjaman
konsumen.
Perusahaan asuransi: lembaga keuangan yang menjaga individu
dan perusahaan (policy holders) dari
even/kejadian yang buruk. Perusahaan asuransi jiwa menyediakan penjagaan dalam
kejadian seperti kematian, penyakit, dan pensiun. Asuransi Property Casualty
menjaga terhadap luka pribadi dan kewajiban akibat kecelakaan, pencurian,
kebakaran dan sebagainya.
Perusahaan sekuritas dan bank investasi: lembaga keuangan
yang menjamin sekuritas dan terlibat dalam kegiatan sehubungan seperti broker
surat berharga, jual beli surat berharga, dan menghasilkan pasar dimana surat
berharga diperdagangkan
Perusahaan Pembiayaan (Finance companies): Lembaga
penghubung keuangan yang memberi pinjaman kepada individu dan bisnis. Tidak
seperti lembaga simpanan, perusahaan pembiayaan tidak menerima simpanan tetapi
pembiayan untuk hutang jangka pendek dan jangka panjang.
Reksa dana (Mutual Funds) :lembaga keuangan yang menawarkan rencana simpanan dimana dana
milik partisipan mengakumulasi tabungan selama tahun bekerja mereka sebelum
diambil selama tahun penisun mereka. Dana-dana yang pada dasarnya
diinvestasikan dan berakumulasi dalam dana pensiun terbebas dari pajak saat
ini.
Fungsi Ekonomi yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Sistem Keuangan telah menciptakan cara alternatif dan tidak
langsung kepada investor (atau pemberi dana) untuk menyalurkan dana kepada
pengguna dana. Ini merupakan transfer dana tidak langsung (indirect transfer)
dana kepada pengguna dana melalui perusahaan keuangan. Perusahaan keuangan
mengurangi biaya monitoring, resiko likuiditas dan resiko harga yang dihadapi
penyumbang dana dibandingkan ketika mereka berinvestasi secara langsung pada
klaim keuangan, dengan cara berikut:
Biaya Monitoring : Penjumlah dana agregat di Perusahaan
keuangan memberikan insentif yang lebih besar untuk mengoleksi informasi
perusahaan dan memonitor tindakannya. Bentuk yang relatif besar dari Perusahaan
Keuangan memungkinkan pengumpulan informasi diperoleh pada biaya rata-rata yang
lebih rendah (economies of scale).
Resiko likuiditas dan harga: Perusahaan keuangan menyediakan
klaim keuangan kepada rumah tangga dengan atribut likuiditas yang superiro dan
resiko harga yang lebih rendah.
Jasa biaya transaksi: Mirip dengan economies of scale dalam
biaya produksi informasi, ukuran perusahaan keuangan dapta menghasilkan
economies of scale dalam biaya transaksi.
Intermediasi maturitas: Perusahaan keuangan dapat menanggung
resiko maturitas tidak sama (mismatching the maturities dari aset dan kewajiban
mereka.
Denominasi Intermediasi: Perusahaan keuangan seperti reksa
dana memperbolehkan investor kecil untuk mengatasi hambatan membeli aset dengan
ukuran denominasi minimum yang besar.
Teori Intermediasi Keuangan
Informasi Asimetris mendorong kurangnya kepercayaan yang
mendasar. Ketika dua orang menandatangin kontrak tidak dapat secara independen
mengamati hasil yang sma dari biaya yang sama, ada kemungkinan pihak yang satu
menyembunyikan fakta, dan dengan melakukan hal tersebut menodrong pihak lain
untuk melakukan keputusan berbeda dengan
keinginannya (Harper darn Ecihberger, 1997, 244). Perusahaan Keuangan
bertujuan meningkatkan tingkat kepercayaan antar pihak dengan mendesain
kontrak-kontrak untuk mengurang masalah insentif yang paling mendasar. Dalam
hal ini, “intermediasi merupakan respons terhadap mekanisme berbasis pasar yang
secara efisien menyelesaikan problem informasi” (Bhattacharya dan Thakor,
1993,14)
Disintermediasi
Jika intermediasi dibangun atas asimetri infomerasi,
sehingga berdasarkan logika, kreasi simetris yang lebih besar dalam informasi
antara peminjam dan yang meminjamkan seharusnya mengurangi utilitas
intermediasi. Hal ini jelas sekali merupakan dampak dari revolusi informasi
digital dan merupakan lahirnya yang disebut intermediasi.
Dengan semakin besarnya simetri informasi, peminjam dan yang
meminjamkan ditempatkan lebih baik untuk berinteraksi melalui pertukaran klaim
keuangan pada pasar yang diatur. Dasar
dari keuangan yang diintermediasi, seperti yang dimungkinkan melalui neraca
perbankan, semakin dikecilkan artinya. Pertukaran pasar menggantikan
intermediasi perbankan seiring aktivitas keuangan yang mulai di-disentermdiasi.
Disintermediasi didorong oleh perubahan pasar-pasar yang
berganti sejak awal revolusi informasi.
Tantangan disintermediasi sangatlah nyata……Mundur ke 20
tahun belakangan, dan perbankan dapat mengambil tingkat yang tinggi dalam
pinjaman korporasi didasarkan oleh pengetahuan eksklusif berdasarkan
pengetahuan akan tingkat kredit klien mereka. Setelah informasi tersebut
berkembang semakin luas, perusahaan besar langsung menuju pada peminjam melalui
pasar surat hutang, dan margin perbankan mulai tergerus (Anon., 1998)
Teknologi digital telah mengurangi biaya untuk mengumpulkan,
memproses dan mendistribusikan informasi. Informasi dan Teknologi informasi
(ICT) menguatkan paar dengan meningkatkan arus informasi, bukan menghasilkan
kepastian tetapi membaut informasi semakin simteris. Adanya internet, sebagai
contoh, telah meningkatkan transparansi, meningkatkan kemampuan semua pelaku
pasar untuk menentukan rentang harga yang tersedia untuk instrumen keuangan dan
jasa keuangan (Clemons dan Hitt, 2000,4). Bahkan, disintermediasi tidak hanya
terbatas pada sektor keuangan juga, pada area seperti agen perjalanan, real
estate, dan pasar lelang (Anon., 1998)
Pasar yang baru yang memberikan informasi pada konsumen juga
cendrung mendorong harga ke bawah. Hal ini merupakan prospek yang berbahaya
bagi barang-barang bermerek seperti produk perbankan dan jasa-jasa, yang
berlaku cenderung seperti komoditas. Lebih lagi, teknologi telah secara terus
menerus menurunkan biaya-biaya transaksi dari pembiayaan langsung,
memfasilitasi kemunculan dari pasar-pasar
elektronik yang baru, pembayaran dan jaringan settlement dan resiko berbasis
pasar yang baru dan sistem manajemen kekayaan.
Disintermediasi juga diikuti oleh sekuritisasi. Perusahaan
besar meningkatakan keuangan secara langsung dari pasar keuangan.
Perusahaan-perusahaan degan arus kas yang amana menghasilkan surat berharga
dari (atau “securitize”) aset-aset ini, nilai yang ditentukan dari volume dan
realibilitas dari arus kas (Holland et al., 1998,222). Surat berharga kemudian
dijual kepada publik atau privat kepada investor kelembagaan.
Sekuritisasi dari disintermediasi aset bank dari peran
tradisional mereka dari peminjam kepada sektor korporat. Deregulasi keuangan
dan teknologi informasi telah berkontribusi kepada dominansi yang bertumbuh
dari pasar modal dengan memfasilitasi akses kepada penerbit baru maupu
investor.
Bank Retail juga mengalami disintermediasi, meskipun
dampaknya lebih lambat untuk terlihat. Peran utama bank dalam pasar retail
adalah sebagai intermediasi antar konsumen dan pasar grosir keuangan, umumnya
menggunakan produknya sendiri. Saluran pengantar elektronik yang baru membawa
konsumen lebih dekat pada penyedia grosir, menciptakan kemungkinan dimana
perbankan akan terlewati.
Disintermediasi bukan merupakan ancaman pada dasar dari apa
yang bank lakukan. Kelahirannya terletka pada revolusi informasi dan bukan pada
erosi yang terjadi pada asimetri informasi.
Bagaimana Perusahaan Keuangan (PK) Swasta menghubungkan
(intermediate) dalam pasar keuangan? (Linda Allen, Capital Markets and
Insitutions: A Global View)
Perbedaan utama dari perusahaan keuangan (PK)dan
non-keuangan yaitu adanya predominance asset keuangan pada neraca (balance
sheet) dari PK tersebut. Jalur (course) normal dari bisnis PK adalah
menghubungkan antara unit surplus dan unit deficit. Ada dua teknologi intermediasi
yang dilakukan, dalam hal ini: 1) pendekatan broker/dealer dan 2) transformasi
asset.
A. Pendekatan Broker/Dealer
Hal ini dilakukan dengan cara demikian. Pertama, jika Perusahaan keuangan (PK) bertindak
sebagai broker, mendatangkan pembeli dan penjual tanpa bertindak sebagai
principal dalam transaksi, jadi kita tidak akan mengharapkan untuk melihat aset
keuangan pada Neraca PK. PK akan sekedar menghubungkan pembeli dan penjual
sehingga mereka dapat men-transfer aset keuangan antara mereka tanpa aset-aset
perlu bergerak melalui PK. Teknologi broker merupakan bentuk dari intermediasi
keuangan, tetapi hal itu berjalan seiringan dengan pendekatan dealer. Sebuah
dealer membuat pasar dalam suarat berharga keuangan (financial security), oleh
sebab itu juga bertindak sebagai principal dalam transaksi keuangan.
Broker dan Dealer bekerja secara bersama-sama dengan cara
sebagai berikut, jika ada seorang klien ingin menjual saham asing yang jarang
diperdagangkan (thinly traded). PK dalam kapasitasnya sebagai broker, mencari
pembeli tetapi tidak dapat memperoleh harga pasar yang pas (fair market value).
Untuk menyenangkan konsumen (dan juga menghasilkan uang), PK dapat menawarkan
untuk membeli saham atas namanya sendiri. Jika tawaran diterima, perdagangan dilakukan,
dengan PK sebagai principal (dalam hal ini pembeli) terhadap transaksi. Saham
ditempatkan dalam persediaan (inventory) PK dan muncul di neraca sebagai aset
keuangan hingga aset itu akhirnya terjual, mungkin sebagai respons terhadap
pesanan konsumen lain untuk membeli.
Peranan sebagai dealer, semakin menguatkan kemampuan
Perusahaan Keuangan (PK) untuk menyediakan jasa brokerage dan jasa lainnya.
Sebagai contoh, underwriting, dimana PK membawa ke pasar surat berharga
keuangan yang baru ditawarkan (newly issued). Dalam melakukan hal tersebut,
Perusahaan keuangan diharapkan untuk memberi pertolongan terhadap penghargaan
dan strukturisasi dari aspek keuangan, mendaftarkan dan melakukan semua
pekerjaaan hukum (legal) untuk surat berharga tersebut, sebagaimana juga
mendistribusikan surat berharga keuangan. Jika PK memiliki operasi dealer, maka
beberapa porsi dari penawaran baru dapat diserap dalam persediaan surat
berharga PK. Penawar Sekuritas (security issuer) seringkali diyakinkan bahwa PK
akan melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa penawaran baru merupakan
kesuksesan mengingat PK sendiri memiliki investasi dalam penawaran baru.
Karena broker/dealer memfasilitasi transfer surat berharga yang dipasarkan
antara unit Surplus dan Deficit, kita mengharapkan neraca mereka mengandung
terutama surat berharga keuangan. Surat berharga yang dipasarkan akan
di-transfer melalui jual-beli surat berharga yang terorganisasi (securities
exchanges) atau secara langsung melalui negosiasi antar pembeli dan penjual.
Dalam kasus-kasus tersebut, PK bertindak sebagai penghubung (go-between) untuk
melengkapi transaksi.
B. Transformasi Aset (Asset Transformation)
Dalam operasi broker/dealer, Perusahaan Keuangan (PK)
merupakan saluran bagi penerbit (issuer)
atau penjual (seller) untuk meraih para pembeli yang potensial. PK
sendiri transparan karena pembeli dapat melihat (see through) melalui PK hingga
penerbit awal dari sekuritas. Ketransparan dari PK penting bagi pembeli agar
dapat mengevaluasi karakteristik resiko/return
dari sekuritas keuangan karena arus kas surat berharga dibayar oleh
penerbit, bukan oleh PK. Bagaimanapun, teknologi broker/dealer bukanlah
satu-satunya pendekatan yang tersedia bagi intermediasi keuangan. Jika PK dalam
beberapa hal menjamin atau mengubah arus kas surat berharga, maka kadang
pembeli tidak perlu mengetahui identitas penjual atau penerbit. Sebenarnya, PK
dapat menempatkan dirinya antar pembeli dan penjual dengan mengubah
karakteristik dari surat berharga keuangan. Surat berharga keuangan yang datang
menuju PK karenanya tidak sama dengan surat berharga dengan surat berhgarga
yang keluar. Dalam hal ini, PK bersifat buram (opaque) , karena pembeli tidak
mengetahui sama sekali mengenai penjual sebenarnya (original seller) dan
penjual tidak mengetahui sama sekali tentang pembeli sebenarnya (original
buyer). Kedua pihak bertransaksi secara individual dengan PK dan hanya perlu
mengevaluasi karakteristik resiko dari PK tersebut. Pendekatan intermediasi
keuangan ini disebut transformasi aset karena PK menciptakan surat berharga
keuangan yang baru dengan menjual surat berharga keuangan yang berbeda dari
surat berharga yang dibelinya.
Perusahaan Keuangan (PK) yang buram menggunakan transformasi
aset untuk menghubungankan antara unit surplus dana dan unit defisit dana
meminjam dana dengan menerbitkan satu surat berharga keuangan dan berinvestasi
dalam dana tersebut dengan membeli surat berharga keuangan lainnya. Surat
berharga keuangan dapat berbeda dari waktu arus kas mereka dan keterbukaan
resikonya. Bagan di bawah menunjukkan PK umum menggunakan kedua pendekatan
untuk intermediasi keuangan. Ketiga PK (broker, dealer dan underwriter)
merupakan PK transparan yang mengkhususkan diri dalam operasi broker/dealer,
sedangkan ketiga PK dibawah gambar (Reksa Dana, bank dan perusahaan asuransi)
merupakan PK buram yang mengkhususkan diri pada Transformasi aset. Unit defisit
dana menghasilkan dana yang dibutuhkan dengan menerbitkan surat berharga
keuangan terhadap jenis-jenis pK yang berbeda. PK menggunakan teknologi
broker/dealer dan transformasi aset, menjual surat berharga keuangan kepada
unit surplus dana untuk mengumpulkan dana yang akan dikirimkan pada unit
defisit dana.
Broker, dealer, dan bank investasi/underwriter semuanya
menjual surat berharaga keuangan yang sama terhadap unit surplus dana yang
mereka beli dari unit defisit dana. Fungsi keseluruhan mereka adalah
memfasilitasi transfer surat berharga
keuangan dari satu pihak ke pihak lainnya. Mereka dapat memperoleh fungsi ini
dengan mengidentifikasi pembeli dan penjual (dalam operasi broker) dengan
menempatkan diri mereka di tengah-tengah transaksi (dalam operasi dealer), atau
dengan menasihatkan penerbit bagaimana yang terbaik untuk menstrukturisasi
sekuritas (underwriting).
Transformasi aset, di lain pihak, mengubah surat berharga
keuangan yang mereka beli dari unit defisit dana. Sebagai contoh, bank membeli
pinjaman dari peminjam (Fund deficit Units) yang kemudian mereka jual ke unit
yang berkelebihan dana/Surplus dana dalam bentuk yang sama sekali berbeda
dengan tabungan. Hal ini merupakan transformasi aset karena risk/return dan
timing dari arus kas pinjaman berbeda dari tabungan. Mirip dengan itu,
perusahaan asuransi memperoleh dana dengan menjual policies tetapi
menginvestasikan dana-dana tersebut dengan membeli surat berharga keuangan.
Reksa dana dapat dilihat sebagai tembus cahaya (translucent) karena meskipun
mereka merupakan pengubah aset (aset transformers), Unit yang kelebihan dana
dapat melihat untuk mengidentifikasi unit defisit dana. Karena itu, Reksa dana
membentuk portfolio dari surat berharga keuangan yang menjual kembali pada unit
kelebihan dana dalam bentuk saham reksa dana. Meskipun saham reksa dana
merupakan surat berharga keuangan yang baru, nilaiya sangat ditentukan oleh
nilai dari surat berharga keuangan yang terletak dalam portfolio reksa dana.
Reksa dana tidak mengubah secara signifikan resiko atau waktu arus kas dari
surat berharga awal, meskipun itu memberi keuntungan terhadap diversifikasi
portfolio dari unit yang kelebihan dana.Deposits
Financial securities
Shares
Financial securities
Financial securities
Financial securities
Financial securities
Financial securities
Financial securities
Broker
Dealer
Underwriter
Investment Bank
Mutual Funds
Bank
Perusahaan
Asuransi
Transaksi Tanpa Intermediasi
(Direct financing)
Loans
IOUs
Policies
Financial securities
IOUs
Fund SurplusUnit
Fund SurplusUnit
Klasifikasi fungsional dari Perusahaan Keuangan (Financial
Intermediaries)
Definisi umum dari perusahaan keuangan (PK), seperti bank,
asuransi, perusahaan ekuitas berbeda dari negara satu ke negara lainnya. Pihak
yang kekurangan dan kelebihan dana hanya menginginkan jasa intermediasi
keuangan yang efisien dan tidak menghiraukan identitas hukum dari PK yang
menyediakannya. Konsumen akan mencukupi kebutuhan jasa keuangannya, dengan
melakukan “eyes-shopping” produk ke berbagai PK, dan mencari penawaran terbaik.
Kebanyakan negara di dunia misalkan memperbolehkan universal
banking, yang menyediakan jasa keuangan yang beraneka ragam, seperti banking,
transaksi surat berharga, penjamin surat berharga (underwriting) dalam satu
supermarket keuangan. Daripada mendeskripsikan PK dunia dengan definisi
tertentu, akan lebih baik menggunakan definisi fungsional berdasarkan teknologi
intermediasinya yaitu asset/broker dan transformasi aset (asset transformers).
Perbedaan Perusahaan Keuangan (PK) dan Non Keuangan terutama
dapat dilihat dari laporan keuangannya dan Neraca Keuangannya. Dalam kedua
laporan tersebut, terdapat akun-akun yang jelas menunjukkan perbedaan yang
menonjol dengan perusahaan non-keuangan. Beberapa aspek spesifik pada
Perusahaan Keuangan (PK) secara khusus dapat dilihat pada akun di luar neraca
(Off-balance sheet items), Sumber Pendanaan (Source of Funds) , dan Portfolio Investasinya
(Investment Portfolios).
•A. Akun di luar Neraca
Kita sering mengevaluasi perusahaan dengan mempelajari
neracanya. Namun demikian, beberapa aktivitas penting dari Perusahaan Keuangan
(PK) tidak terdapat pada bagian neraca. Akun-akun di luar neraca tersebut
merupakan kemungkinan (contigencies) yang dalam situasi tertentu, pada akhirnya
menjadi akun dalam neraca. Bahkan menurut survey yang dilakukan Standard &
Poors, akun di luar neraca tersebut dua kali lebih besar (229%) dari total Aset
dalam neraca PK (lihat tabel). Dalam hal ini teradapat neraca bayangan (shadow
balance sheet) dari klaim yang mungkin terjadi dan komitmen yang mengikat
Perusahaan Keuangan. Aktivitas di luar Neraca bertumbuh sangat cepat sehingga
PK menyadari kesempatan dari surat berharga kontigensi ini memungkin risk
shifting dan jasa cash flow timing. Statistik Deskriptif: Perusahaan Keuangan
Swasta dari 12 Negara ( Akhir tahun Fiskal 1994)
Deskripsi Rata-rata
Global ($000) Total Asset (%)
Menyimpulkan Neraca Perusahaan Keuangan Swasta
1. Total Aset 60036 100
2. Total Kewajiban 56782 94.6
3. Ekuitas Pemegang Saham 3113 5.2
Akun di luar Neraca (Off-Balance Sheet Contigencies)
4. Total akun di luar Neraca 158.966 229
4a. Letter of Credit 315 0.5
4b. Guarantees 3873 5.6
4c. Loan Commitments 7779 11.2
4d. Foreign Currency Commitments 46443 66.9
4e. Forward/Futures Contracts 50686 73
4f. Interest rate
swaps 45859 66.1
4g. Other off-balance sheet items 3948 5.7
4h. Convertible debt 63 0.1
Menyimpulkan Laporan Keuangan Perusahaan Keuangan Swasta
5. Pendapatan Bersih 236 0.4
6. Penerimaan 5326 8.9
7. Pengeluaran Total 4954 8.3
8. Pengeluaran Bunga 2070 3.4
B. Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan bagi broker/dealer adalah hutang jangka
panjang, yang mencapai 60.8% dari total. Akan tetapi, operasi brokerage murni
tidak tampak di dalam neraca. Oleh sebab itu, transaksi di mana perusahaan keuangan membeli surat
berharga dari satu klien untuk kemudian menjualnya ke pihak lain tidak akan
termasuk dalam neraca karena Perusahaan Keuangan tidak akan menerima pengiriman
(delivery) surat berharga.
Perusahaan Keuangan juga bergantung pada Perusahaan Keuangan
Lainnya untuk membiayai portfolio mereka. Dua kategori pertama (tabungan
inter-bank, dan Federal Funds dan Commercial Paper) terdiri umumnya dari suatu
Perusahaan Keuangan yang meminjamkan pada yang lainnya. Bersama, mereka terdiri
dari rata-rata 39% dari total sumber dana yang tersedia bagi broker dan
delealer. Aktivitas antar perusahaan keuangan bervariasi tergantung dari negara
ke negara. Pasar yang paling aktif umumnya Kanada, Inggris Raya, Swiss dan
Spanyol serta Italia, karena di negara ini, Perusahaan keuangan bergantunga
dari Perusahaan Keuangan lian untuk setengah dari sumber dananya.
Sumber dana utama dari Transformasi Aset adalah tabungan
bank, mencapai 68% dari total dunia untuk tahun 1994. Total kewajiban asuransi
dan reasuransi mencapai rata-rata 13.5% dari sumber dana transformasi aset.
Pasar asuransi yang paling aktif didapati di Perancis, yang mencapai 36.3% dari
total dana yang dihasilkan dari Perusahaan keuangan yang menggunakan aset
transformasi. Simpanan (Reserves) , yang merupakan keuntungan lalu yang disimpan untuk membiayai kegiatan
masa depan, terdiri hanya 1.6% dari sumber dana Perusahaan Keuangan pada tahun
1994.Sumber Penerimaan Perusahaan Keuangan (Akhir Tahun Fiskal 1994)
Deskripsi Kewajiban Rata-rata
Global ($000) Aset Total (%)
Broker/Dealer
1. Tabungan Interbank 4791 34.8
2. Federal Funds and Commercial Paper 577 4.2
3. Hutang Jangka Panjang 8383 60.8
4. Kewajiban Nilai Tukar Asing 36 0.3
5. Total Sumber Pendanaan dr Pasar 13788 100
Transformasi Aset
6. Cadangan kebijakan Asuransi 5330 13.4
7. Tabungan Bank 27041 68
8. Kewajiban Reasuransi 44 0.1
9. Pinjaman lainnya 6696 16.9
10. Reserves 626 1.6
11. Total Sumber Pendanaan Konsumen 39738 100
Data diratakan dari 369 Perusahaan Keuangan. Sumber:
Standard & Poor’s GLOBAL Vantage database
C. Penggunaan Dana
Tugas utama broker/dealer adalah menyediakan likuiditas
terhadap pasar keuangan. Likuiditas pasar meningkat ketika volume transaksi
meningkat karena likuiditas mengukur kemampuan untuk menjual surat berharga
keuangan pada harga yang pantas (fair market value) pada suatu titik waktu.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan bahwa kategori investasi terbesar
broker/dealer pada surat berharga jangka pendek dan kategori kas, mewakili
17.2% dan 25.9% dari total.
Di pihak lain, transformasi asset tidak terbatas pada
berinvestasi pada surat berharga yang dipasarkan dan bahkan menghasilkan asset
keuangan yang baru dengan karekteristik resiko/retrun yang khusus. Pada tahun
1994, pinjaman merupakan 71.9% dari total investasi transformasi asset.
Kategori terbesar dari pinjaman adalah mortgages, mewakili 34% dari total
investasi. Kategori kedua adalah pinjaman kepada bank, yang terdiri dari 14.5%
dari total asset, ada pun pinjaman komersial hanya sebesar 11.1%.
Jenis Resiko yang dihadapi lembaga keuangan
Dalam beberapa decade terakhir, keuntungan lembaga keuangan
semakin baik, namun resiko lembaga keuangan juga meningkat karena kompleksitas
produk, industri dan perekonomian.
Secara garis besar, resiko yang dihadapi lembaga keuangan
dapat dituliskan sebagai berikut:
1. Resiko Kredit: resiko bahwa aliran kas yang dijanjikan
dari pinjaman dan surat berharga mungkin tidak dibayar penuh.
2. Resiko Likuiditas: resiko bahwa kenaikan tiba-tiba dari
penarikan kewajiban dapat menyebabkan lembaga keuangan melikuidasi asset dalam
waktu yang sangat pendek dan harga yang rendah.
3. Resiko suku bunga: resiko yang diciptakan perusahaan
keuangan bahwa maturitas dari asset dan kewajiban tidak sesuai
4. Resiko Pasar: resiko yang muncul pada asset yang
diperdagangkan dan kewajiban karena perubahan tingkat suku bunga, nilai tukar
dan harga asset lain.
5. Resiko Luar Neraca (Off-Balance Sheet): resiko yang
muncul dari perusahaan keuangan sebagai hasil dari aktivitas yang berhubungan
dengan asset yang tergantung dan kewajiban-kewajiban.
6. Resiko Nilai Tukar Asing: Resiko yang muncul dari
perubahan nili tukar dapat menyebabkan nilai dari asset perusahaan keuangan dan
kewajiban didenominasi dalam nilai tukar asing
7. Resiko Negara atau Kedaulatan: Resiko yang muncul karena
pembayaran dari peminjam luar negeri dapat tertahan karena adanya interfensi
dari dari pemerintah luar negeri .
8. Resiko Teknologi: Resiko yang muncul dari perusahaan
keuangan oleh sebuah Perusahaan keuangan ketika investasi teknologi tidak
menciptakan simpanan biaya yang terantisipasi
9. Resiko Operasional: Resiko bahwa teknologi yang ada atau
sistem penduku dapat rusak atau hancur
10. Resiko Insolvensitas: Resiko bahwa perusahaan keuangan
tidak memiliki cukup modal untuk menutup penurunan tiba-tiba dari dari nilai
asetnya.
II. Ukuran, Struktur dan Komposisi Industri
Di Amerika Serikat, baru pada tahun 1980-an dan 1990-an,
regulator (Federal Reserve atau State Banking Authorities) memperbolehkan bank
untuk merger dengan bank lain antar Negara (inter-state merger). Kemudian baru
pada tahun 1994, Congress memberi peraturan (Reigle-Neal Act) yang mempermudah cabang
bank antar Negara. Bank juga baru memiliki kekuatan (terbatas) untuk menjamin
(underwrite) surat berharga sejak tahun 1987. Otoritas Penuh untuk memasuki
investment bank (dan asuransi) baru diperoleh dengan peraturan Financial
Services Modernization Act pada tahun 1999.
•A. Economies of Scale dan Scope
Megamerger (merger/penyatiuan bank-bank dengan asset 1
milyar dollar atau lebih) sering didorong oleh keinginan manager untuk mencapai
penurunan biaya atau kenaikan pendapatan. Keadaan “Cost Economies” dapat
diperoleh dari “economies of scale” (dimana biaya unita atau rata-rata untuk
memproduksi jasa bank turun ketika jumlah bank meningkat) atau “economies of
scope” (dimana bank menghasilkan simpanan biaya yang sinergis melalui
penggunaan input bersama seperti sistem computer dalam memproduksi produk yang beragam) maupun
efisiensi manajerial (disebut “x
efficiencies”, merupakan simpanan biaya yang tidak terjadi secara langsung
karena economies of scale atau economies of scope, melainkan karena keahlian
manajemen yang superior dan factor manajerial lain yang sulit diukur).
Economies of Scale
Saat perusahaan keuangan bertambah besar, skala potensial
dan jenis teknologi yang diinvestasikan secara umum berkembang. Perusahaan
Keuangan (PK) yang paling besar umumnya memiliki pengeluaran di bidang
teknologi yang paling tinggi. Jika teknologi yang semakin baik menurunkan biaya
rata-rata PK dari produksi jasa keuangan, PK yang lebih besar akan memilkiki
keuntungan economies of scale dari perusahaan keuangan yang kecil. Economies of
scale menyiratkan bahwa biaya unit atau rata-rata dalam memproduksi jasa PK
secara agregat (atau aktivitas spesifik seperti deposito dan pinjaman) menurun
seiring ukuran PK yang bertambah besar.0
A
B
C
Biaya rata-rata
ACa
ACb
ACc
Fungsi Biaya rata-rata dari Perusahaan Keuangan
Ukuran
BiayaRata-rata
AC1
AC2
0
Economies of Scope Biaya
Perusahaan Keuangan adalah perusahaan multiproduk yang
menghasilkan jasa termasuk kebutuhan pekerja dan teknologi yang berbeda.
Investasi di satu area jasa keuangan (seperti peminjaman) dapat menghasilkan
keuntungan sinergis atau incidental dengan menurunkan biaya untuk menghasilkan
jasa keuanga di daerah lain (seperti menjamin surat berharga atau jasa broker).
Pada tahun 1999, telah disahkan Financial Services Modernization Act, yang
membatalkan hukum yang melarang merger antara bank komersial dan bank investas
(demikian juga perusahaan asuransi). Bill tersebut, dikatakan sebagai perubahan
terbesar dalam regulasi lembaga keuangan selama 60 tahun, menciptakan
perusahaan holding keuangan atau “financial services holding company” yang
dapat terikat dalam aktivitas perbankan dan surat berharga serta asuransi.
Merger perusahaan kuranga yang menghasilkan jasa yang berbeda seperti , merger
antara Travelers Corp dan Citicorp untuk menghasilkan Citigroup pada tahun
1998, memungkinkan kedua perusahaan untuk bersama-sama menggunakan sumber input
mereka untuk menghasilkan jasa keuangan pada biaya yang lebih rendah dari pada
bila produk jasa keuangan dihasilkan secara independent satu sama lain.
Diversifikasi geografis merupakan factor utama pada akhir
tahun 1998 ketika Deutsche Bank (di Jerman) mengakuisisi Bankers Trust untuk
perusahaan jasa keuangan terbesar di dunia berdasarkan asset (kombinasi bank
tersebut memiliki 843 milyar dollar asset). Bersama, keduanya menjadi salah
satu pemimpin global dalam bank investasi. Mereka ajuga memiliki bisnis
trading/ jual beli saham terbesar dunia.
Pada saat akuisisi, diperkirakan diperoleh
keuntungan sebesar 1 milyar dollar melalui pendapatan baru dan simpanan
biaya.
Economies of Scope Pendapatan
Sebagai tambahan dari Economies of Scope dari sisi biaya,
ada pula economies of scop (sinergi) dari sisi pendapatan yang dapat muncul
dari merger dan akuisisi. Sinergi pendapatan memiliki tiga dimensi potensial.
Pertama, mengakuisisi PK dalam pasar bertumbuh dapat menghasilkan pendapatan
baru. Sebagai contoh, akuisisi dari bank di Florida dan Southwest pada tahun
1980 dan 1990an oleh Nations Bank of North Carolina umumnya merupakan komponen
utama dari strategi untuk berekspansi ke jaringan retail bank di seluruh negeri
yang akan meningkatkan penerimaan.
Kedua, penerimaan dari bank dapat lebih stabil bila asset
dan kewajiban portofolio dari lembaga yang diakuisisi (target) menunjukkan
kredit, suku bunga pinjaman, dan karakteristik
likuiditas resiko dari yang
mengakuisisi. Sebagai contoh, portfolio pinjaman real estate telah menunjukkan
siklus regional yang sangat kuat. Secara spesifik, pada tahun 1980an, real
estate Amerika menurun nilainya di southeast, kemudian di Northeast, kemudian
di California dengan lag yang panjang dan variable. Oleh sebab itu, portfolio
real estate yang terdiversifikasi secara geografis dapat menjadi jauh lebih
sedikit beresiko daripada real estate dimana yang akuisator dan target
berspesialisasi dalam daerah yang sama. Studi baru-baru ini menunjukkan
perolehan diversifikasi resiko dari ekspansi geografis.
Ketiga, ekspansi ke pasar yang kurang dari persaingan
sempurna memberikan kesempatan untuk peningkatan penerimaan. Oleh sebab itu,
bank dapat mengidentifikasi dan berekspansi secara geografis ke pasar-pasar
tersebut dimana “economic rents” muncul secara potensial namun dimana regulator
tidak akan menunjukkan bahwa entry merupakan tindakan anti persaingan yang
potensial. Karenanya, sejauh ekspansi geografis ditunjukkan untuk meningkatkan
kekuatan monopoli PK dengan menghasilkan rent yang berlebihan, regulator dapat
bertindak untuk mencegah merger kecuali hal itu menghasilkan perolehan
efisiensi yang potensial yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain secara
beralasan. Dalam tahun-tahun terakhir, perlakuan terhadap undang-undang
monopoli dan tata aturannya jatuh pada Departemen Kehakiman Amerika Serikat.
Secara khusus, Departemen Kehakiman telah menciptakan aturan mengenai diterima
atau tidaknya akuisisi berdasarkan kenaikan potensial dari konsentrasi di pasar
dimana akuisisi terjadi.
Perubahan dalam Jasa Keuangan
Joseph A. Schumpeter, ekonom yang lahir di Austria dan
meninggal tahun 1950 memberikan dua
konsep yang hidup hingga sekarang. Dia dikenal dengan konsep “creative
destruction”, yang mengacu pada proses dimana produk-produk dan proses-proses
baru membuat produk lama menjadi kuno dalam period inovasi yang berbentuk
seperti gelombang “wave-like” yang berkontribusi pada kenaikan (boom) dan
penurunan (bust) dalam perekonomian. Schumpeter juga menyadari bahwa perubahan
teknologi dapat mengakibatkan revolusi dalam struktur ekonomi. Saat ini, kita
berpartisipasi dalam proses creative destruction yang terus berlangsung dimana
perubahan didorong oleh deregulasi, globalisasi dan perubahan teknologi.
Meskipun, perubahan-perubahan ini mempengaruhi semua segmen dalam perekonomian,
keinginan utama kita adalah pada jasa keuangan global. Dalam hal ini, Robert
C.Merton dan Zvi Bodie (1995) menyatakan bahwa fungsi dasar dari sistem
keuangan stabil sepanjang tempat dan waktu, tetapi cara-cara kelembagaan dimana
mereka dilaksanakan tidaklah konstan. Fungsi-fungsi tersebut – pembayaran,
intermediasi, manajemen resiko, dan informasi harga – dapat dilakukan oleh bank
juga oleh berbagai jenis organisasi non-perbankan seperti Merrill Lynch,
Fidelity Funds, dan General Electric Credit. Secara sederhana, bentuk mengikuti
fungsi dan bentuk dari industri jasa keuangan terus berubah.
Sebagai ilustrasi dari perubahan yang terjadi dari sistem
keuangan sejak masa Adam Smith hinga abad delapan belas hingga awal abad dua
puluh, kita dapat menunjuk pada real bills atau commercial loan theory diaman
bank beroperasi pada masa lalu. Teori itu menyatakan bahwa bank harus membuat
short-term self-liquidating loans untuk membiayai produksi sekarang,
transportasi dan penyimpanan barang-barang fisik (Meyer, 1986). Bank mencapai
maturitas dari aset dan kewajiban mereka. Bank tidak lagi melaksanakan real
bills theory. Mereka menciptakan pinjaman untuk tujuan legal apapun dengan
maturitas 30 tahun untuk beberapa pinjaman real estate dan kewajiban mereka
cenderung jangka pendek. Pendekatan real bills yang berumur dua abad sudah
kadaluwarsa bagi manajemen perbankan hingga kebanyakan teks modern dalam
perbankan bahkan tidak menyebutkannya, bahkan dalam konteks sejarah.
Perubahan merupakan kata yang sangat umum dalam pasar
keuangan global. Perubahan-perubahan dalam pasar keuangan merupakan hasil dari
perubahan-perubahan dalam teknologi, dergulasi, dan globalisasi. Namun apa
implikasi dari perubahan-perubahan ini. Andrew Crockett (2000), manager umum
dari Bank of International Settlements, berpendapat bahwa akan ada erosi
terhadap batas-batas geografis antar pasar-pasar, pensamaran dari kekhususan
berbagai jenis lembaga keuangan yang berbeda, dan konsolidasi lebih jauh, serta
keutuhan pasar-pasar- menunjuk pada penggunaan derivatif yang meningkat untuk
memilah resiko perdagangan dan harga. Meskipun begitu, mungkin tidak terjadi
adalah transisi yang lancar.
Berikut ini adalah beberapa perubahan utama dalam industri
keuangan:
A. Konsolidasi
Konsolidasi dalam industri perbankan di Amerika Serikat
sejak tahun 1980 hingga 2000 merupakan perubahan yang paling jelas terlihat.
Seperti tabel berikut, jumlah bank menurun hingga lebih dari 6000, dimana
persentased dari total aset yang dipegang oleh lembaga-lembaga terbesar
berganda. Hasilnya adalah 82 bank-bank besar, kurang dari 1 persen dari jumlah
bank total- menguasai dua pertiga dari seluruh aset bank. Konsoldiasi dalam
industri perbankan tidak spesifik terjadi di Amerika Serikat. Sebuah studi dari
bank sentral Negara-negara Sepuluh (G-10)
menemukan tingkat konsentrasi yang tinggi di 13 negara yang mereka
periksa. Konsokidasi merupakan hasil dari deregulasi untuk pasar geografis,
perubahan dalam teknologi keuangan (seperti securitization dan derivatif),
teknologi kominikasi, perubahan dalam teknologi informasi, keinginan untuk
mencapai economies of scale, harga saham yang tinggi digunakan sebagai8 mata
uang dalam merger dan faktor-faktor lainnya. Konsolidasi umumnya meliputi
bank-bank besar dalam satu negara, konsolidasi bank antar negara
(cross-border), dan konsolidasi antar bank dan jenis lembaga keuangan lainnya.
Meskipun jumlah organisasi perbankan menurun antara tahun
1988 hingaa 2000, jumlah cabang meningkat dari 59449 menjadi 71647. Hal ini
menunjukkan bahwa pelanggan bank ingin menggunakan cabang, yang berimplikasi
pada electronic banking. Electronic banking dapat melengkapi bank fisik, namun
bukan sebagai pengganti bagi mereka.
Konsolidasi bersifat global, yang direfleksikan dalam merger
antar batas dan tarjadi antar perusahaan penyedia jasa keuangan beberapa tahun
terakhir: Deutsche Bank (Germany) dan Bankers Trust (U.S.); Credit Suisse
(Switzerland) dan DLJ (U.S.); Abbey National (UK) dan Scottish Provident
(Scotland); HypoVereinsbank (Germany) dan Bank Austria (Austria).
Konsolidasi perbankan memiliki efek samping yang tidka
diinginkan. Cetorelli dan Gamberra (2001) memeriksa hubungan antar konsolidsi
perbankan dan pertumbuhan jangka panjang di 41 negara. Mereka menemukan bahwa
konsentrasi yang meningkat mengurangi pertumbuhan industri dalam perekonomian
secara keseluruhan. Bagaimanapun, hal itu mempromosikan pertumbuhan dalam
industri yang lebih muda dan membutuhkan kredit.
Konvergensi
Pembedaan tradinsional antara institusi keuangan mulai
memudar. Lembaga-lembaga yang beroperasi secara tradisional dalam pasar-pasar
yang terpisah secara meningkat menawarkan jenis produk dan jasa yang tidak
dapat dibedakan. Seperti yang diperhatikan oleh Alan Greenspan: “evolusi dari
teknologi keuangan sendiri telah merubah selamanya kemampuan kita untuk
menempatkan perbankan komersial, perbankan investasi, penjamin asuransi, dan
penjualan asuransi dalam kotak yang benar-benar terpisah” (Sicilia dan
Cruikshank, 2000,217). Sebagai contoh, perusahaan asuransi jiwa menawarkan
produk yang memiliki karakteristik tabungan, sementara dana pensiun dan produk
yang berhubungan dengan pasar mulai
ditawarkan oleh bank-bank melalui operasi subsidiaritasnya. Bank-bank telah
merasakan tekanan untuk mendiferensiasikan produk karena keinginan konsumen
untuk berhubungan dengan satu lembaga untuk berbagai kebutuhan keuangan.
Perubahan-perubahan dalam regulasi pemerintah, ditawarkan
khususnya untuk mendorong kompetisi, telah bertanggung jawab atas kesamaran
antar lembaga-lembaga. Sebenarnya megamerger yang jelas terjadi antara asuransi
dan lembaga keuangan lainnya telah terjadi di Amerika Serikat melalui
Gramm-Leach-Bliley Act pada tahun 1999 (Koco, 2001). Citigroup menjadi
perusahaan berbasis Amerika pertama yang diperbolehkan untuk beroperasi di
semua sektor-sektor dalam jasa keuagan -perbankan investasi, perbankan
komersial dan asuransi.
Sejauh ini, transformasi menuju lembaga keuangan “one stop”
tidaklah cepat dan menggebukan, akan tetapi secara perlahan umulai mencapai
momentumnya (Anon., 2001b). Hal ini dapat dimengerti, mengingat kompeksitas
dari proses integrasi.
Berangkat dari arus aktivitas antar industri, kelahiran dari
produk keuangan hybrid yang mengkombinasikan elemen perbankan, investasi, dan
asuransi dalam satu paket – merupakan pertanda lain, mulai samarnya garis antar
industri. Produk-prudk tersebut dapat dimodifikasi untuk membiarkan konsumen
perbankan biasa menyesuaikan porfolio mereka. Contohnya: Penyedia asuransi
sekaran gdapat menawarkan pelanggan Sertifikat Deposito dengan tingkat pengembalian
yang dihubungkan dengan indeks pasar saham utama, mirip dengan anuitas
berindeks ekuitas, tetapi dijamin oleh Fedral Deposit insuranc corporation
hingga batas-batas yang ditentukan (Blowers, 2001).
Produk konvergensi memperbolehkan bank-bank untuk memperkuat
hubungan mereka dengan klien-kilen yang ada dan untuk berkompetisi lebih
agresif dengan jasa keuangan lainnya untuk konsumen baru. Mereka merupakan
pertahanan terhadap pemain niche satu jalur dari dalam atau luar sektor jasa
keuangan.
Unbundling
Meskipun konsolidasi perbankan telah mengambil tempat dalam
industri perbankan, ada beberapa tren terkati yang memerlukan perhatian.
Pertama, jasa tradisional yang ditawarkan oleh bank komersial dipecah dan
ditawarkan pula oleh broker, perusahaan asuransi dan perusahaan jenis lainny.
Karena ukuran mereka, bank-bank masih
merupakan lembaga keuangan yang dominan, dan mereka akan mungkin tetap begitu
dalam jangka pendek seiring mereka mengembangkan penawaran jasa keuangan
melalui akuisis dan aliansi strategis. Bagaimana pun, ukuran per se keuntungan
kompetitf yang dapat dipertahankan. Di masa lalu, bank memiliki informasi
mengenai konsumen yang tidak dimiliki lainnya. Seiring kita mencapai sistem
real-time dengan transaksi dan pengetahuan, keuntungan yang dimiliki perbankan
mulai menghilang. Menurut Alan Greenspan (2000), “Sukses dari
organisasi-organisasi perbankan yang berkelanjutan…….bergantung pada kemampuan
mereka untuk mereinvestasikan diri mereka dengan menyediakan jasa yang baru dan
berbeda dan menghasilkan cara yang baru dan berbeda untuk meminjamkan dan
mengatur aset-aset“. Salah satu cara baru untuk menggunakan aset dan informasi
adalah penggunaan kerjasama strategis (strategic alliances). Hingga tahap
tertentu, aliansi strategis dapat digunakan sebagai ganti merger atau melakukan
hubungan antar-batas (cross-border relationships).
Demutulalization
Kedua, demutualisasi terjadi di Amerika serikat thrift
industry pada thaun 1980, dan kini terjadi pada industri asuransi. Perusahaan
pemegang kebijakan merubah bentuk kerjasama bersama mereka melalui
demutualisasi untuk menjadi kepemilikan pemegang saham. Ini memberi mereka
akses kepada pasar modal, dan fleksibilitas untuk menggunakan saham untuk
melakukan akuisisi
Privatisasi
Ketiga, beberapa perusahaan atau lembaga keuangan milik
pemerintah telah diprivatisasi. Fannie Mae (Federal National Mortgage
Association), Freddie Mac (Federalh Home Loan Mortgage Corporation) , Sallie me
(Student Loan Marketing Associaton) di Amerika Serikat, Credit Lyonnais di
Perasncis, dan Banespa di Brazil merupakan contoh-contoh kepemilikan pemerintah
yang telah diprivatisasi. Bank-bank yang diprivatisasi, sebaliknya, dapat
mengambil atau diambil oleh bank atau perusahaan jasa keuangan
Nationalisasi
Menurut Jurgen E Schrempp, chairman dan CEO dari
DaimlerChrysler, mengemukakan bahwa ada reaksi negatif terhadap globalisasi
pada abad ke dua puluh satu (Garten, 2001) .Rolf-E. Breuer, CEO dari Deutsch
Bank juga mengatakan bahwa nasionalisasi, bukan globaliasai yang menjadi tren
yang bertumbuh paling cepat. Sebagai contoh, Credit Suisse First Boston (CSFB)
dan bank investasi lainnya mengurangi kontak mereka dengan taiwan setelah CSFB
dihukum karena melakukan bisnis di sana. China menurunkan CSFB sebagai penjamin
emisi dari perusahaan telecom terbesar keduanya, Unicom Group.
Hukum
Hukum dan keputusan hukum merupakan dua keputusan paling
penting yang mempengaruhi jasa keuangan. Sebagai contoh, National Bank Act pada
tahun 1864 menciptakan Office of the Comptroller of the Currency (OCC) and
national banks, di mana bank-bank dengan national charter diterbitkan oleh OCC.
Hukum ini menyatkan bahwa banka nasional memiliki kekuatan untuk melakukan
bisnis perbankan dan “incindental powers” yang idperlukan untuk melakukan
bisnis. Pada saat itu, perbankan didefinisikan sebagai discounting dan
negotiating promissory notes, drafts, bills of exchange dan selanjutnya, tetapi inceindetal powers
tidak didefinisikan dengan jleas. Tidak hingga 1995 pada NationsBank v.Variable
Annuity Life Insurance Co., bahwa siding mnyatakan bahwa bisnis perbankan tidak
terbatas pada kekuatan-kekauatan tersebut yang diekspressikan dalam National
Bank Act. Sebaliknya, bisnis perbankan merupakan konsep yang ekspansif, dan
kekuatan-kekauatan yang tercantum dalam peraturan tersebut semata-mata
ilustratif Efek dari pihak yang berwajib tersebut adalah memperluas kekuatan
perbanakan. Sejalan dengan itu, tugas sebuah regulator bank federal adalah ”
memperbolehkan inovasi dengan cara yang aman dan baik, tanpa mencegah
pertumbuhan aktivitas baru dengan larangan yang membebani dan tikda penting
yang menghalangi manfaat-manfaatnya, terhadap bank dan konsumen- memperbolehkan
perbankan membangun dan menawarkan produk yang baru dan jasa-jasa (Williams dan
Jacobson, 1995)
Pada bulan November 1999, Gramm-Leach-Bliley Act (GLB)
disahkan berlaku secara hukum. Itu menandai akhir dari larangan Glass-Steagall
pada tahun 1933 mengenai pemisahan bank-bank dari perbankan investasi dan
menghilangkan larangan Bank Holding
Company tahun 1956 terhadap penjaminan asuransi. Peraturan itu memperbolehkan
bank, perushaan sekuritas, dan asuransi untuk berafiliasi, dengan begitu
membuka pintu terhadap konsolidasi yang lebih jauh dan meningkatkan kompetisi
dalam jasa keuangan di Amerika Serikat dan luar negeri. Regional Financial
Corporation mengambil alih REbsamen Insurance Inc., broker asuransi umum yang
beroperasi penuh, dan Morgan Keegan perusahaan investasi yang besar. Beberapa
asuransi , serperti asuransi Allstate, Metropolitan Life, Principal Financial
Group, dan State Farm Insurance, telath memulai Federal Savings Bank (State
Farm Bank) mereka sendiri untuk menjaga konsumen yang telah ada dan untuk
memperoleh yang baru (Gogoi, 2001). E*TRADE , perusahaan broker online,
memiliki E*TRADE bank yang menawarkan jasa perbankan yang penuh. Di Kanada,
bank Monteral memiliki InvestorLine, suatu perusahaan discount brokerage secara
online. Sebuah private equity fund-Lone Star Fund of Dallas, di Texas,- membeli
bank Jepang yang gagal, Tokyo Sowa Bank Ltd. Sebagai tambahan, Ripplewood
Holdings LLC di New York membeli Long Term Credit Bank of Japan (Singer, 2001),
dan Allianze AG, sebuah perusahaan asuransi German yang besar, meningkatkan
kontrolnya terhadap Dresdner Bank AG.
Kombinasi antara perbankan dengan jenis perusahaan jasa
keuangan lainnya tidak mesti menambah keuantungan. Banyak perbankan yang
relative kecil menyadari bahwa menjalankan rekasa dana mereka sendiri mengurang
pendapatan dan pertumbuhan (McReynolds, 2000). Memiliki Reksa dana memberi hasil
lebih baik pada bank-bank besar yang dapat menarik keuntungan dari Economies of
Scale. Alasan untuk al ini adalah biaya tetap yang tinggi seperti legal fees,
director fees dan biaya marketing. Titik balik modal adalah sekitar 50 juta
dollar dalam asset.
Kombinasi antara perbankan dan perusahaan sekuritas juga
dapat menciptakan kopetisi antara organisasi perbankan yang sama. Seperti
AmSouth Bank yang memiliki Trust Divison and AmSouth Investment Services. Trust
Devision and AmSouth Investment Services ( penasihat investasi terdaftar-jasa
RIA) bersaing dalam menyediakan jasa investasi dan anuitas pada beberapa dari
konsumen yang sama. Sebagai tambahan terhadap jasa breoker, RIA juga menjual
reksa dana dan anutias yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi.
Merrill Lynch, Amex, General Electric, Pitney Bowes dan BMW
memiliki kerjasama pinjaman industri (ILC) yang dilakukan di Utah. ILC
merupakan perbankan nonblank (nonblank banks) yang dijamin oleh FDIC, tetapi
mereka tidak diregulasi oleh OCC maupun Federal Reserve. ILC memberikan
hubungan antara perdagangan dan perbankan , dan mereka menghindari kesalahan
pemerintah.
Meskipun tenaga-tenaga liberalisasi disediakan oleh GLB,
masih ada pembatasan terhadap aktivitas komersial non keuangan. Pada tahap
tertentu, pembedaan antara aktivitas komersial keuangan dan nonkeuangan telah
menjadi samara ketika perusahaan keuangan membentuk aliansi strategis dengan
perusahaan telekomunikasi dan yang lainnya, untuk memberikan jasa keuangan
secara online dan cara yang sifatnya tanpa kable (wireless)
Globalisasi jasa keuangan membutuhkan kerja sama
internasional antara regulator di berbagai negara. Basel Committee pada
Proposal Banking Supervison untuk New Capital Accord di tahun 2001 merupakan
satu conth dari kerja sama internasional antar regulator. New Capital Accord
diharapkan dapat diimplementasikan pada tahun 2004, menggantikan yang pertama
pada tahun 1988. Ini menunjukkan bahwa kerjasama internasional dimungkinkan,
meski sangat lambat dan kurang lengkap.
Modernisasi Keuangan dalam Peraturan Gramm-Leach-biley
Peraturan Gramm-Leach-Bliley Financial Modernization Act
pada tahun 1999 mengembangkan batas kegiatan sebelumnya bagi perbankan di
Amerika Serikat dengan memperbolehkan Financial Holding Companies (FHC) dan
pada tingkat yang lebih kecil, susidiaritas keuangan dari bank, untuk ikut
dalam suatu set kegiatan finansial, meliputi suat berharga, asauransi, dan bank
perdagangan. Peraturan ini membuka jalan baru yang penting terhadap kegiatan
ekspansi dengan memerintahkan Dewan Gubernur Federal Reserved, dengan
konsultasi dengan Menteri Keuangan untuk mendaftarkan kegiatan yang
diperbolehkan yang mereka nilai sebagai kegiatan keuangan alami atau tambahan
terhadap kegiatan keuangan (” financial in nature or incidental to a financial
activity”). Untuk organisasi perbankan tersebut agar memenuhi syarat, standard
tadi ditekankan pada hal yang sangat terkait dengan perbankan. GLB juga
memperbolehkan FHC untuk ikut serta dalam suatu set aktivitas komersial yang
tidak disebutkan yang ditnetukan oleh dewan sebagai “pelengkap bagi kegiatan
keuangan”.
Salah satu tujuan eksplisit GLB adalah mengintensifikasi
kompetisi dalam pasar keuangan dengna menghilangkan batasan peraturan dan hukum
antara jenis lembaga keuangan yang berbeda. Pada saat yang sama, Kongress juga
mengindikasikan tujuan untuk menjaga pemisahan tradisional antara perbankan dan
perdagangan. Selama lebih dari 1 abad, Kongres telah berkali-kali menguatkan
pemisahan terhadap insentif yang dihasilkan oleh pasar yang mungkin menghilangkannya.
Skope dari aktivitas perusahaan perbankan, dan hubungan
antara perbankan dan perusahaan keuangan dengan perusahaan komersial, akan,
pada masa mendatang, ditentukan oleh ekspansi yang diperbolehkan oleh hukum
yang baru. Dua tahun sejak perubahan tersebut, pengertian “financial ini nature
atau incidental’ telah paling tidak secara parsial dinyatkan dalam proposal dan
peraturan oleh dewan dan kementrian keuangan. Berdasarkan pengumumna awal ini
dan lainnya, merupakan hal yang mungkin untuk menyatakan bahwa arah yang
mungkin dan jangkauan potensial dari hukum yang baru, begitu pula dampak yang
mungkin terhadap perbankan pada masa depan.
Peraturan Gramm-Leach-Bliley
Peraturan ini telah diajukan pada November 1999, setelah
satu dekade perdebatan, dlam konteks mengembangkan surat berharga perbankan dan
aktivitas asuransi dan konteroversi mengenai agen pengatur.
Tujuan
Tujuan Umum dari GLB, sebagaimana diindikasikan dalm Laporan
conference pada peraturan tersebut adalah”untuk meningkatkan kompetisi antara
industri jasa keuangan dengan menyediakan framework yang hati-hati terhadap
afiliasi antar bank, perusahaan surat berharga, perusahaan asuransi, dan
penyedia jasa keuangan lainnya”. Harapan umumnya adalah GLB akan meningkatkan
kompetisi dalam pasar keuangan dengan membuang batas-batas aturan dan hukum
antar lembaga keuangan yang berbeda, memfasilitasi pengenalan dari jasa
keuangan yang baru dibentuk yang dimungkinkan dengan teknologi yang berubah,
dan tingkat “playing field” dimana perusahaan-perusahaan yang menyediakan jasa
keuangan bersaing. Lebih jauh lagi, padangan umum di Kongres adalah pembatasan
terhadap kegiatan bank yang dituliskan pada tahun 1933 telah beranjak kuno.
Teknologi baru dan inovasi keuangan telah membuat mereka tidak penting dan
menghindarkan diversifikasi yang berguna, serta cenderung meningkatkan resiko
perbankan.
Meskipun GLB secara eksplisit memperbolehkan masukanya
beberapa aktivitas komersial yang yang ditetapkan sebagai pelengkap bagi
kegiatan keuangan, banyak yang mengira bahwa kongres bermaksud untuk menjaga
pemisahaan tradisional antar perbankan dan perdagangan. Tujuan ini dilakukan
dengan beberapa cara, meliputi sebagai
berikut:
1. Peraturan sebelumnya, yang tidak berhasil, meliputi
pembolehan bagi Financial Holding Companies untuk memiliki jumlah ekutias dari
perusahaan komersial secara terbatas, yang disebut market basket. Market Basket
dihilangkan dari GLB.
2. Dalam debat dalam pembuatan undang-undang, sejumlah
pwerakilan kongres yang mendukung peraturan mengindikasikan bahwa mereka tidak
bermaksud menyatukan perbankan dan perdagangan.
3. Laporan Senat mengenai peraturan yang menjadi GLB,
menyatakan: Otoritas menyediakan dewan sejumlah fleksibilitas untuk
mengakomodasi afiliasi lembaga penyimpan dengan perusahaan asuransi, perusahaan
sekuritas dan penyedia jasa keuangan lainnya sementar terus memperhatikan untuk
tidak memperbolehkan campuran antara perbankan dan perdaganan yang bertentangan
dengan tujuan peraturan ini.
4. GLB paling tidak secara parsial menutup kesempatan atas
integrasi perbankan dan perdagangan dengan memberlakukan larangan pada
perusahaan unitary thrift holding
5. James leach, penggagas peraturan tersebut juga menyatakan
bahwa GLB tidak memperbolehkan penyatuan antara perbankan dan perdagangan.
6. Dewan dan Keuangan telah secara eksplisit mengakui
keinginan kongres untuk menjaga pemisahan tersebut.
Konglomerasi Keuangan Tidak Mungkin Mencapai Keuntungan Yang
Mereka Harapkan Dan Akan Meningkatkan Resiko Sistemik
Studi emprisi dalam dua dekade terakhir umumnya gagal untuk
membuktikan eksistensi dari blobal economies of scale atau scope darlam bank
yang terdiversifikasi secara luasa, perusahaan sekuritas yang memiliki jasa
penuh, atau perusahaan asuransi dengan banyak jalur. Kebanyakan peneliti
menemukan bahwa perusahaan yang paling terdiversifikasi dan besar dalam setiap
sektor kurang menguntungkan dan kurang efisien dibandingkan pesaing mereka yang
lebih kecil danr lebih terspesialisasi.
Studi mempertanyakan adanya economies of “super scale” yang
ditopang oleh catata buruk dari merger perbankan Amerika Serikat selama tahun
1980-an dan 1990-an. Dua per tiga dari merger tersebut gagal menghasilkan
sinergi yang diharapkan dan sebaliknya menghasilkan penurunan keuntungan dan
kerugian jangka-panjang dalam kekayaan pemegang saham. Beberapa merger terbesar
selamat tahun 1996-1998 terbukti merupakan kekecewaan dan kesalahan (contoh:
merger Bank One dan First Chicago NBD dan First USA). Akuisisi First Union
terhadap CoreStates dan MoneyStore, NationBank merger dengan Barnett Bank dan
Bank of America, Well Fargo akuisisi terhadap First interstate. Sebaga
tambahan, kebanyakan, bank-bank yang terkonsolidasi tidak memberikan janji
mereka untuk menyediakan jasa yang lebih baik dan harga yang lebih rendah
kepada konsumen.
Konglomerasi keuangan besar juga memperoleh sukses kecil
selama dua dekade terakhir. “Financial Supermarkets” yang dihasilkan selama
tahun 1980an oleh American Express, GE, Kemper, Prudential dan Sears, semuanya
ditutup setelah menghasilkan keuntungna yang buruk. Sejak tahun 1990, AXA,
Bankers Trust, Barclays, ING, NatEst, dan Security Pacific telah menyetujui
akuisisi dipaksakan (forced acquisitions) atau menghilangkan bisnis pasar modal
setalah rencana ekspansi mereka memberi hasil yang buruk. Akuisisi Bank of
Amerika terhadap Montgomery Secirty merupakan kesalahan yang mahal, sementera
Conseco menyerap kerugian yang besar akibat pembeliannya terhadap Green Tree.
Bencana yang paling besar, yang menghasilkan pertolongan 20 miliar dollar oleh
pemerintah Perancis terjadi pada Credit Lyonnais, yang menghasilkan , investasi
yang buruk pada perusahaan-perusahaan Eropa dan negara lain.
Lima bank internasional yagn besar, J.P. Morgan Chase,
Citigroup, Credit Suisse, Deutsche Bank, dan UBS terus mencari strategi
universal bank. Akan tetapi, kelima bank-bank memperoleh keruagian yang bear
dari kegiatan pasar model berkali-kali dalam tahun-tahun terakhir, bahkan
Citigroup tidak dapat dinyatakan sebagai sukses jangka panjang. Selama sembilan
bulan pertama pada tahun 2001, penurunan dalam pasar ekutias dunia menyebabkan
penuruan pendaptan dari operasi perbankan investasi pada kelima bank dan perusahaan sekuritas
“the big three” (Goldman Sachs, Merrill Lynch dan Morgan Stanley). Pada bulan
September, serangan teroris terhadap World Trade Center menyebabkan kerugian
yang besar pada perusahaan asuransi (termasuk Citigroup) dan lebih jaguh
merusak penerimaan perbankan investasi. Oleh sebab itu, strategi
diversifikasi yang dikejar oleh
universal bank telah membukakan mereka pada resiko material akibat serangan
dari pasar keuangan.
Aspek yang paling menggangu dari konsolidasi keuangan adalah
efeknya terhadap resiko sistemik (misalkan resiko bahwa kegagalan institusi keuagan akan
mengggangu sistem keuagan dan memiliki efek “spillovers” yang bruuk terhadap
ekonomi secara umum). Selama tiga dekade belakangan, bank-bank besar Amerika
Serikat telah beroperasi dalam leverage
yang lebih besar, lebih likuid, campuran aset-kewajiban yang lebih berisiko.
Korelasi antar pertumbuhan dan resiko bukanlah fenomena yang hanya terjadi di
Amerika. Studi terbaru menyatakan bahwa bank-bank terbesar di 21 negara paling
berkembang (meliputi Amerika Serikat) terikat dalam aktivitas berisiko dan
menghadapi kemungkin insolvensi yang besar selama 1988-1998.
Doktrijn “Terlalu besar untuk gagal (TBTF) – yaitu kebijakan
untuk menjaga penabung yang tidak terasuransi dan sistem pembayaran kreditor
lainnya pada bank-bank besar yang gagal – memberi penjelasan yang paling
mungkin untuk kecenderungan bank-bank besar mengambil resiko lebih besar. Studi
menunjukkan bahwa kebijakan TBTF memerikan subsidi implisit yang signifikan
terhadap bank-bank Amerika Serikat karena (1) hal itu membiarkan mereka untuk
membayar tingkat dibawah rata-rata untuk penabung dan kreditor lainnya, (2) itu
melindungi mereka dari resiko rata-rata. Studi terakhir menemukan hubungan yang
mirip antara status TBTF dan insentif resiko yang sulit antara perbankan eropa
yang besar.
Banyak pengamat percaya bahwa konsolidasi perbankan Amerika
Serikat telah secara substansial meningkatkan resko dimana kegagalan bank yang
besar dapat membangkrutkan FDIC deposit insurance fund. Mirip dengan itu,
laporan “Group of Ten” yang terbaru menyatakan bahwa pertumbuhan organisasi
perbankan yang kompleks dan besar (Large complex banking organization or LCBOs)
telah menggangu resiko sistemik. Sebagaimana dikatakan dalam laporan,
konsolidasi aset keuangan dalam LCBO telah (1) menaikkan kompleksitas dari lembaga keuangan utam,
membuatnya sulit bagi regulator dan pleaku pasar untuk mengerti resiko yang
terkandung dalam LCBO., (2) menghasilkan konsentrasi yang tinggi dan korelasi
antara kredit dan resiko=resiko pasar di antara lembaga-lembaga keuangan
terbesar, karena dominasi yang semakin
besar dari pasar untuk pinjaman antar bank, over-the-counter (OTC)
derivatif dan jasa perbankan investasi,
dan (3) menghasilkan hubungan yang erat antara perbankan dan subsidiaritas non
perbankan dari financial holding copanies, yang membingungkan masalah untuk
menyelesaikan kegagalan bank besar secara terpisah dari afiliasi nonobanknya.
Pihak Regulator dan Investor menyadari LCBO merupakan
perusahaan yang sangat terintegrasi, meskipun perusahaan menyembunyikan
berbagai anak perusahaan mereka. Kebanyakan financial holding compaines sangat
terpusta dan berkoordinasi erat dengan aktivitas anak perusahaan non-bank
mereka dengan operasi-operasi bank utama (contohnya mengkombinasikan penjaminan
surat berharga dengan pinjaman tersindikasi untuk klien perusahaan yang sama).LCBO
juga meningkatkan porsi reputasi mereka dalam anak buah nonbank dengan
mempromosikan unitary “nama merek” yang meliputi seluruh holding company.
Konglomerasi keuangan oleh sebab itu meningkatkan tekanan terhadap regulator
perbankan untuk menjaga anak perusahaan non-bank dari LCBO. Pasar keuangan
sepenuhnya mengharapkan regulator akan membawa seluruh Financial Holding
Companies dalam federal “safety net” untuk bank-bank.
Sebagai contoh, seorang petugas senior dalam jasa investor
Moody’s baru-baru ini menyatakan bahwa regulator dari pemerintah harus
mendukung konglomerasi-konglomerasi ini
selama “waktu stress keuangan yang ekstrem”. Dalam pandangannya, status TBTF
dari financial holdign companies yang besar tidak dapat dihindarkan – seperti halnya ungkapan “like the elephant
at the picnic -everyone is aware of it, but no one wants to mention it.”.
Analis-analis lain setuju bahwa regulator mungkina akan menyelamatkan afiliasi
non-bank yang gagal pada LCBO selama kegagalan ekonomi yang parah karena (1)
kegagalan afilias dapat menyebabkan “run” yang menular kepada investor holding
company dan creditor, dan (2) kejatuhan holding company dapat menyebabkan
“flight to safety” yang sistemik dalam pasar keuangan. Dengan melakukan merger
yang tidak terbatas antara bank dan perusahaan keuangan, peraturan GLB juga
secara efektif menghilangkan “shock absorber”
yang dimiliki sistem keuangan Amerika sejak tahun 1999.
Usaha Regulator Saat ini tidak Cukup untuk Mengontorl
Insentif “Risk Taking” dari konglomerasi keuangan
Dalam mengejar mandat kongresional dalam GLB Act, regulator
mengimplementasikan 4 bagian strategi untuk mengontrol resiko dari LCBO.
Pertama Financial Holding Companies harus melaksanakan aktivitas surat
berharga, asuransi, dan merchant banking dalam anak perusahaan non-bank yang
terpisaha dan dibatasi oleh “firewals” peraturan dari bank terafiliasi. Kedua, semua bank
dalam financial holding copany haruslah memiliki modal yang cukup
(well-capitalized), dan regulator harus melaksanakn tindakan korektif yang
tepat (prompt corrective action, PCA) kepada bank apa saja yang gagal untuk
mencapai standar modal yang tertera. Ketiga, semua bank dalam financial holding
company harus dikelola dengan baik (well-managed) dan regulataro harus
melakukan prosedur pengawasan yang baru untuk mengevaluasi efektivitas ari
setiap manajemen LCBO. Keempat, regulator harus mengeksplorasi cara-cara untuk
mendorong disiplin market yang lebih baik bagi LCBO.
Pola pikir regulasi ini konsisten dengn proposal kecukupan
modal yang baru dan diterbitkan pada bulan Januari 2001 yang merekomendasikan
framework peraturan baru yang didasarkan pada “tiga pilar” – kecukupan modal
(capital adequacy), pembahasan pengawasan (supervisory review), dan disiplin
pasar (market discipline). Proposal Komite Basel meliputi dua pendekatan baru
yang telah diadopsi dari regulator bank Amerika Serikat: (1) menyatakan
kecukupan modal dalam dasar terkonsolidasi kepada seluruh perusahaan financial
holding (meliput anak perusahaan non-bank), dan (2) melaksanakan pemenuhan
modal bagi setiap LCBO dalam hal rating resiko internal yang dikembangkan oleh
manajer LCBO dan diperiksa oleh regulator bank.
Sayangnya, keempat elemen program pengawasan ini telah
menunjukkan kekurangan serius di masa lalu. Pendekatan ini karenanya tidak
mungkan menghindarkan LCBO untuk mengambil resiko yang berlebihan atas dasar Federal Safety Net.
Ketidakefektifan Pemisahan Perusahaan sebagai Alat Kontrol
Resiko
Kebutuhan Pengawasan didasarkan pada konsep pemisahan
perusahaan merupakan konflik fundamental dengan perilaku sebenarnya dari
Financial Holding Companies. Seperti yang dicatat di atas, kebanyakan LCBs
beroperasi sebagai perusahaan yang sangat terintergrasi, didsarkan pada
kebijakan manajemen terpusat yang tidak mengindahkan pemishaan struktural antar
anak perusahaan . Pada banyak kesempatan, financial holding copanies telah
menyelamatkan anak perusahaan nonbank atau pelanggan mereka untuk menjaga
repurtasi dari perusahaan holding induk dan lembaga keuangannya yang teregulasi.
Pada kebanyakan kasus yang serius, manajer perusahaan induk telah secara
sengaja merusak firewall peraturan dengan melewati batas legal dari dukungan
keuangan yang bank dan institusi keuangan teregulasi lainnya peroleh bagi
afiliasi yang kesulitan.
GLB Act berbantung pada Sections 23 A dan 23 B dari Federal
Reserve Act untuk mencegah transaksi yang disalahgunakan antar bank dan
afiliasi nonbank di dalam struktur
financial holding company yang baru. Bagaimanapun, regulator dan analis telah
mengetahui bahwa (1) peraturan transaksi afiliasi dalam Section 23A dan 23B
sangatlah rumit dan sulit untuk dilaksanakan, (2) pelanggaran manajerial dari
keadaan tersebut sering kali tidak jelas dan sulit untuk dideteksi. Sebagai
hasilnya, ketika perusahaan holding company atau anak-anak perusahaanya dalam
stress keuangan yang berat, regulator mungkin gagal untuk menemukan atau
mencegah transfer dana bank atau kredit
bank yang melanggar limit peraturan. Lebih lagi, untuk menghindari kredit
keuangan yang sistemik, regulator dapat memutuskan untuk mengindahkan peraturan
transaksi anak perushaan sehingga bank-bank dapat menolong afiliasi mereka yang
bermasalah. Pada september 2001, Federal Reserve Bank dilaporkan menahan
Section 23A dan mendorong bank-bank untuk mentransfer dana-dana kepada afiliasi
surat berharga mereka untuk memotong krisis likuiditas yang mengancam setelah
serangan teroris terhadap World Trade Center.
Regulator Federal Bank saat ini muncul untuk memberi sedikit
pemberat terhadap teori pemisahan korporasi sebagai alat kontrol resiko yang
efektif. Regulator sekarang menekankan pentingnya mengawasi financial holding
companies dalam cara terkonsolidasi yang memotong divisi antar perusahaan antar anak perusahaan bank dan anak
perusahaan nonbank mereka.Dengan ketaatan agen bank terhadap konsep pengawasan
terkonsolidasi sekarang, apakah regulator dan para pelobi terhadap industri
jasa keuangan akhirnya percaya pada keberhasilan pemisahan korporasi selama
tahun 1990an? Atau mereka hanya menggunakan argumen firewall untuk meyakinkan
Kongres memberlakukan GLB Act.
Kekurangan dalam Regulasi Modal
Basel Comittee mnerbitkan international risk-based capital
accord pada tahun 1988 (1988) Accord. Accord 1988 menciptakan kebutuha modal
bagi bank-bank untuk memberi pinjaman dan komitmen di luar neraca kepada empat
kategori berberat resiko yang didasarkan pada resiko kredit yang dipercayai.
Banyak komentator mengomentari empat “risk buckets” dari 1988 Accord karena
mereka terlalu luas dan tidak terperinci untuk mebedakan antara jenis asset
yang mirip dengan asset dengan berbagai tingkat resiko kredit. Sebagai contoh,
pinjaman atau perusahaan “blue chip” dengan rating kredit triple-A yang
membawas 100 persen resiko yang sama dalam Accord 1988 dengan pinjaman dari
perusahaan spekulais dengan tingkat rating di bawah investasi. Perlakuan Accord
terhadap kredit resiko yang tidak mengesankan telah memungkinkan LCBO untuk
terikat dengan Arbitrage Capital dengan (1) menggunakan derivative yang
kompleks, di mana resiko di dalamnya sulit untuk dinilai dijakdikan sebagai
substitusi terhadap pengaturan pembiayaan konvensional, dan (2) mengatur
struktur sekuritisasi yang mentransfer
asset berisiko rendah dari bank sementara terus menjaga asset-asset yang lebih
berisiko (meliputi bunga residual dalam sekuritisasi).
Basel Accord pada tahun 1988 tidak meliputi resiko pasar
derivative, surat berharga dan asset perdagangan lainnya yang diselenggarakan
oleh bank-bank. Sebagai response terhadap peningkatan aktivitas perdagangan
yang cepat pada bank-bank besar selama tahun 1990an. Basel Committee
mempromosikan peraturan modal tambahan
terhadap resiko pasar pada awal tahun 1996. Peraturan-peraturan itu
memperbolehkan bank-bank untuk menentukan kebutuhan modal terhadap resiko pasar
berdasarkan model internal yang mengukur “Value at Risk” (VaR). Proposal Basel
Committee pada tahun 2001 akan memperluas keibjakan ini pada ketergantunga
manajemen resiko internal dengan memperbolehkan bank-bank yang berkualifikasi
untuk menggunakan rating resiko internal dalam menghitung kebutuhan modal
mereka untuk resiko kredit dan resiko operasional.
Krisis perbankan di masa lalu menunjukkan bahwa modal
merupakan indicator yang tertinggal terhadap permasalahanp bank karena
penurunan modal sering kali tidak disadari atau dilaporkan hingga bank telah
mengalami masalah yang serius. Salah satu alasan untuk ketertingalan ini karena
banyak asset-aset bank (contohnya:
pinjaman komersial, derivative OTV, dan bunga-bunga residual dalam
sekuritisasi) tidak diperdagangkan pada
pasar yang terorganisasi dan karena itu
sulit bagi regulator dan investor luar untuk mengevaluasi. Oleh sebab itu,
pihak luar sering tidka mengidentifkasi masalah-masalh depresiasi asset hingga pernurunan yang signifikan dalam modal
terjadi. Alasan lain yaitu bahwa manajer-manjer dari bank bermasalah sering
menunda penghapusan asset dan moda, berharap bahwa situasi perbankan akan
membaik sebelum pemeriksaan pengawasan atau pembukaan pada publik kepada
investor yang akan datang.
PCA ingin memperkuat keefektifan dari regulasi modal dengan
mendorong regulator mengenakan secara progresif ukuran penegakan yang ketat
jika sebuah bank jatuh di bawah standar “adequately capitalized” atauh dua
dibawah batas capital yang lebih rendah. Bagaimanapun, regulator pemerintah
mengurangi keefektifan PCA denga memilih tes kecukupan modal yang ketat. Hampir
semua ban mengikuti standar ketika aturan PCA diikuti pada tahun 1992, bahkan
ketika industri perbankan baru saja muncul dari krisis utama. Studi-studi
menunjukkan bahwa tes “adequately capitalized” PCA tidak akan mengidentifikasi bank bermasalah
selama tahun 1980 dan standar terlalu rendah untuk menangkap kebanyakan
permasalahan perbankan selama pertengahan 1990an.
Pemilihan regulator terhadap batas modal yang moderat untuk
PCA menciptakan keraguan serius apakah mereka harus kembali pada kebijakan atau
toleransi kebijakan jika mereka
dihadapkan pada krisis sistemik yang meliputi kegagalan potensial dari beberapa
bank besar. Kegagalan dari Superior Bank akhir-akhir ini menaikkan
pertanyaan-pertanyaan tambahan mengenai efektifitas dari permasalahan perbankan
karena regulator gagal untuk menyadari atau merespons beratnya masalah-masalah
bank hinga modalnya telah dilemahkan oleh kerugian yang terjadi pinjaman
subprime yang berisiko dan aktivitas sekuritisasi. Kedua studi belakangan
menyediakan bukti tambahan bahwa kecukupan modal yang diatur gagal untuk
menghilangkan strategi-strategi bank berisiko tinggi selama awal 1990an,
khususnya pada bank-bank besar.
Basel Committee dan Regulator pemerintah percaya bahwa
pengawasan modal untuk LCBO dapat ditingkatkan dengan menggeser dari peraturan
yang seragam kepada pendekatan yang disesuaikan dengan individual berdasarkan
manajemen resiko internal yang dikembangkan oleh setiap LCBO. Bagaimanapun
usaha ini untuk mendasarkan kecukupan modal bagi model resiko internal
LCBO merupakan gerakan problematic yang
sangat tinggi. Model penilaian kredit bank otomatis gagal untuk mengantisipasi
peningkatan kegalan bayar konsumen dan pinjaman kartu kredit yang terjadi
selama 1996-1997. Mirip denga itu, model VaR dikembangkan oleh J.P. Morgan dan
bank-bank terkemuka lainnya tidak memprediksi kerugian berdagang yang parah
yang muncul selama kegagalan psar modal global yang dipicu oleh kegagalan surat
hutang Rusia pada tahun 1998. Studi telah menunjukkan bahwa model-model bank
yang digunakan untuk mengestimasi resiko pasar dan resiko kredit tidak dapat
dipercaya karena (1) mereka didasarkan pada asumsi yang salah dan data yang
tidak cukup, dan (2) mereka memperbolehkan bank-bank untuk mengikuti
strategi-strategi yang dapat merusak, karena mereka mentolerasi resiko dengan
presentasi kecil dari kerugian yang sangat merusak.
Masalah selanjutnya adalah regulator mungkin tidak memiliki
kemamapuan yang cukup untuk memahami dan mengkritik sistem manajemen resiko
internal yang dibangun oleh LCBO. Regulator umumnya tidak dapat bersaing dengan
lembaga keuangan utama dalam merekrut “rocket scientist” keuangan yang dibayar
tinggi untuk merancang dan menganalisa derivatif yang kompleks dan alat
manajemen resiko yang memuaskan lainnya. Oleh seba itu, regulator mungkin tidak
mampu menjelasakan, dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi, model resiko
internal dan rating yang dibangun oleh LCBO.
Regulator perbankan dan banker juga telah mempertentangkan
motivasi untuk menetpakan standar modal. Regulator menginginkan peraturan modal
yang konservatif yang melemahkan risk-taking yang kurang sesuai dan menjaga
federal safety net, bahkan dengan cara membatasi keuntungan bank. Sebaliknya,
banker menginginkan peraturan modal yang liberal karena kedaan-keadaan tersebut
menciptakan kemungkinan untuk mengeksploitasi subsidi federal safety net karena
keadaan tersebut menciptakan kemungkinan atas keuntungan pemegang saham yang lebih
tinggi. Para banker oleh sebab itu memiliki insentif yang besar untuk
memanipulasi sistem resiko rating internal mereka untuk mengurangi kecukupan
modal efektif mereka. Sayang sekali, proposal Basel Committe tahun 2001 tidak
menyarankan mekanisme yang dapat dipercaya untuk mencegah LCBO untuk
menggunakan model resiko internal mereka dalam berurusan dengan bentuk
arbitrase kapital bentuk baru.
Pembatasan Pengawasan dan Disiplin Pasar Sekarang
Pengawasan bank dan disiplin pasar memiliki tujuan bersama
untuk menghindarkan bank-bank dari mengambil resiko yang berlebihan. Studi
terbaru telah menunjukkan bahwa regulator-regulator dan pelaku pasar memainkan
peranan komplementer dalam mencegah pengambilan resiko oleh bank-bank. Hal itu
terlihat bahwa metode pengawasan yang berbeda digunakan oleh regulator dan
pengamat pasar memungkinkan tiap kelompok untuk memperoleh infomasi kepemilikan
mengenai bank-bank belumlah tersedia bagi kelompok lain.
Meskipun begitu, kedua regulator bank dan pasar-pasar surat
berharga sering gagal untuk mengidentifikasi masalah-masalah pada lembaga
keugan utama hingga institusi tersebut telah terluka secara serius atua fatal.
Sebagai contoh, regulator federal, agen rating kredit dan investor tidka
menyadari kelemahan yang parah dari banyak bank-bank besar selama tahun 1980an
(meliputi Continental Illinois dan Bank of New England) hingga bank-bank
tesebut telah dekat dengan kegagalan. Regulator juga gagal pada tahun 1998
untuk menyadari ancaman besar yang dimiliki
Long-Term Capital Management (LTCM) terhadap bank terkemuka dan
perusahaan-perusahaan surat berharga, begitu juga psar keuangan secara umum,
hingga hedge fund menunjukkan kondisi yang penuh bahaya pada Federal Reserve
Bank of New York. Dalam arena internasional, IMF, regulator bank, agen kredit ,
dan investor semuanya gagal menganitisipasi mulainya, semakin buruknya, dan
efek menular dari krisis pseo Meksiko (1994-1995) dan krisis Rusia dan Asia
pada tahun 1997-1998.
Dua faktor utama menolong untuk menjelaskan kegagalan
berulang dari pengawasan dan disiplin pasar dari LCBO. Pertama bank-bank utma
telah menjadi semakin kmpleks dan semakin sulit untuk mengevaluasi regulator
dan pasar keuangan selama tiga dekade belakangan. Kedua, disiplin pasar sering
tidka efektif dalam memprediksi awal dari krisis keuagna, dan juga tanpa
pertimbangan mengukum perusahaan-perusahaan seteleh krisis keuangan
berlangsung. Sebagai akibatnya, regulator telah secara konsisten mengikuti
kebijakan stabilisasi pasar yang menumpulkan disiplin dampak disiplin pasar,
oleh sebab itu mendorong investor untuk mengurangi pemeriksaan mereka terhadap
perusahaan keuangan besar.
Kompleksitas yang Meningkat dan Ketidaktransparanan
Konglomerasi Keuangan
Bank-bank utama telah meningkatkan ketidaktransparanan
mereka pada regulatro dan pasar sekuritas dengan meningkatkan transaksi dan
aktivitas trading meliputi surat berharga dan derivatif OTC. Seperti pinjaman
bank, derivatif OTC dinegosiasikan secara privat, instrumen keuangan yang
disesuaikan, yang mana aturan dan dampak keuangan potensial tidak diketahui
secara luas oleh pihak luar. Derivatif OTC dan suart berharga berbasis opsi
yang kompleks memungkinkan bank-bank (1) untuk menempatkan taruhan yang
berlipat tinggi terhadap suku bunga, nilai tukar dan harga pasar untuk
komoditas, surat hutang dan saham, dan (2) untuk membuat perubahan yang cepat
pada keterbukaan resiko mereka. Sebagai akibatnya, sangat sualit bagi regulator
dan pelaku pasar untuk mengevaluasi kondisi keuangan bank-bank utama pada saat
yang tepat. Sebagai tambahan, konglomerasi keuangan menciptakan
korelasi-korelasi baru antara resiko suku bunga, resiko krediat dan resiko
pasar seiring mereka mengkombinasikan operasi pinjaman tradisional dan
investasi perbankan dan aktivitas asuransi. Tidak satupun di antara regulator
dan pelaku-pleku pasar yang diposisikan secara baik untuk mengakses bahaya
potensial dari korelasi resiko baru ini.
Dua studi terbaru menunjukkan ketidaktransparanan relatif
dari bank-bank utama terhadap pasar keuangan. Studi pertama menemukan bahwa
investor tidak dapat mengantisipasi
antar potongan dividen dan tindakan regulator pada 17 banb-bank besar
(money center) antara tahun 1975-1992.
Keterbukaan pada publik pada masa-masa ini menyebabkan penurunan yang
tiba-tiba, tajam dalam harga saham dari money center dan bank-bank regional.
Studi kedua menunjukkan bahwa antara tahun 1983-1993,
Moody’s dan Standar & Poor’s memiliki ketidaksepakatan yang membesar dalam
rating surat hutan g untuk bank dan perusahaan asuransi dari jenis perushaaan dengan
tipe apa pun. Sebagai tambahan , ketidaksepakatan agen rating terhadap rating surat berharga bank meningkat
setelah 1986, meski usaha-usaha Kongers dan regulator bank untuk membatasi
kebijakan TBTF. Donald Morgan, pelaku studi, menyimpulkan bahwa bank-bank
terebesar menjadi kurang transparan terhadap agen rating kredit setelah 1986,
karena fokus yang meningkat dari bank-bank untuk berjual beli pada surat
berharga, Derivatif OTC dan instrumen keuangan lain. Agen rating akhirnya
menemukan bahwa sulit utnuk menilai resiko yang tercantum dalam posisi jual
beli bank yang berubah dengan cepat dan tanpa pemberintahuan pada pelaku pasar.
Keterbatasan terhadap Keefektifan Disiplin Pasar sebagai
Alat Kontrol Resiko untuk Universal Bank
Pasar-pasar keuangan sering terlihat tidak efektif dalam
memprediksi mulainya krisis ekonomi dan tanpa pertimbangan hati-hati dalam
menghukum perusahaan-perusahaan berisiko setelah munculnya krisis. Studi-studi
terakhir menunjukkan bahwa disiplin bpasar berfluktuatsi intensitasnya, dengan
monitoring yang lebih relaxed pada masa baik dan lebih ketat pada masa
kesulitan keuangan. Intensitas yang bervariasi dalam disiplin pasar ditunjukkan
oleh kecenderungan investor untuk beraksi dengan optimisme yang berlebihan
selama “bubble” ekspansif dan panik selam pecahnya “bubble”.
Penolakan terhadap bentuk disiplin pasar yang kuat dari
regulator federal konsiten dengan kepatuhan mereka terhadap doktrin TBTF kapana
saja mereka menentukan bahwa kegagalan lembaga keuangan yang besar dapat mengguncang sistem keuangan.
Penyelamatan Bank TBTF sering tanpak sebagai bagian dari kebijakan pemerintah
untuk menjamin stabilitas dalam pasar keuangan. Kebijakan implisti ini telah
muncul dari pengetahuan bahwa bank-bank utama bergantung semakin tinggi pada
kesehatan surat berharga dan pasar derivatif, karena peranan mereka pada
pasar-pasar tersebut, dan investasi yang terkait dengan pasar modal (meliputi
derivatif OTC), reksa dana, anuitas, dan asuransi jiwa variabel) untuk
presentasi yang berkembang semakin besar dari aset keuangan dan alat-alat
manajemen resiko dari bisnis dan
konsumen. Penyeleamtan regulator
terhadap TBTF bank (dari Franklin National Bank pada tahun 1974 hingga
bank-bank New England pada tahun 1991) dan intervensi terus menerus dari FRB
dalam pasar-pasar keuangan memberi bukti kuat dari komitmen regulator terhadap
stabilisasi pasar merupakan tujuan kebijakan utama.
Peran Utama FRB dalam menyelamatkan LTCM pada tahun 1998,
dan ketidakberlakuann peraturan transaksi afiliasi untuk LCBO pada tahun 2001, mengindikasikan
secara kuat bahwa pandangan FRB terhadap keselamatan konglomerasi keuangan
utama merupakan elemen yang penting dalm misinya yang lebih luas untuk menjaga
stabilitas pasar. Investor oleh sebeb itu memiliki berbagai alasan untuk yakin
bahwa kebijakan TBTF merupakan pusat dari regulasi keuangan Amerika Serikat.
Rezim peraturan baru diperlukan untuk mengurangi insentif
pengambilan resiko dari konglomerasi keuangan.
Atas kurangnya pendekatan sekarang, program pengaturan baru harus
diciptakan untuk mengerungi insentif pengambilan resiko. Hal ini terdiri dari
tiga elemen utama: (1) menjaga sistem pengamanan tabungan dari biaya
penyelamatan TBTF, (2) memastikan konglomerasi keuangan untuk menanggung
tanggung jawab utama terhadap biaya keuangan seperti penyelamatan, dan (3)
mengadopsi reformasi yang lebih jauh untuk meningkatkan pengawasan darn disiplin pasar.
Cara paling efektif untuk menjaga sistem penjaminan tabungan
dari biaya untuk penyelamatan TBTF adalah menciptakan struktur two-tiered dari
regulasi perbankan dan asuransi tabungan. First Tier terdiri dari organisasi
perbankan tradiisional yang membatasi kegiatan mereka (meliputi kegiatan dari
semua afiliasi holding compay) dari jalur bisnis yang masuk dalam kategori
“terkait dengan perbankan” dalam Section 4(c)(8) dari Bank Holding Company Act.
Sebagai contoh, first tier dari ban-bank tradisional dapat mengambil tabungan,
memberi pinjaman dan jasa kepercayaan. Mereka dapat bertindak sebagai agen-agen
dalam menjual surat berharga, reksa dana dan produk asuransi yang ditulis oleh
perusahaan-perusahaan non afiliasi. Mereka dapat menjamin, membeli atau
bertransaksi dalam suku bunga ‘bank-eligible” dimana bank-bank nasional
diperbolehkan untuk menjamin atau bertransaksi secara langsung. Mereka dapat
menggunakan derifatif untuk transaksi hedging yang bona fide yang sesuai dengan
perlakuan hedging berdasarkan FAS 1333. Kebanyakan first-tier bank mungkin
lebih kecil, bank-bank berbasis komunits karena bank-bank tersebut tidak memiliki
keuntungan komparatif-dan oleh karenanya tidak menunjukkan keinginan yang cukup
– untuk turut serta sebagai principal dalam penjaminan asuransi, penjaminan
sekurias, transaksi derifatif dan aktivitas pasar modal lainnya. Komunitas
bank-bank ini terposisi secara baik untuk melanjutkan bisnis tradisional mereka
dan menarik tabungan utama, menyediakan pinjaman kepada konsumen atau
perusahaan, menyediakan jasa wealth management melalui operasi kepercayaan
mereka.
Untuk menyediakan fleksibilitas terhadap first tier dari
bank-bank tradisional, Kongres harus mengubah Section 4(c)(8) dari BHC Act
dengan membperbolehkan FRB memperluas daftar dari ativitas yang “erat
katiannya” dengan afiliasi holding company untuk bank-bank trandisional.
Bank-bank Tradisional dan holding company mereka akan terus beroperasi di bawah
aturan pengawasan mereka sekarang dan seluruh tabungan merek (hingga
batas-batas tertentu) akan ditutupi oleh penjaminan deposito.
Sebaliknya, lembaga tabungan dan afiliasi mereka akan
ditempatkan pada second tier dari organisasi perbankan “nontradisional” jika
mereka terkait dalam penjaminan atau perdagangan surat berharga
“bank-ineligible”, menjamin asuransi (kecuali asuransi kredit), bertransaksi
atau berdagang derivatif (kecuali transaksi hedging bona fide dalam FAS 133),
atau perbankan perdagangan. Organisasi perbankan second-tier ini termasuk
perusahaan induk kduangan dalam GLB Act. Perusahaan induk memiliki “nonbank
bank”, dan memiliki peruahaan induk “unitary thrift”. Perusahaan induk
Second-Tier oleh sebab itu mencakup semua organisasi perbankan yang terbesar
yang terkait secara erat dengan aktivitas pasar modal, bersama dengan
konglomerasi keuangan lain yang mengontrol lembaga penyimpanan FDIC.
Dalam proposal ini, lembaga simpanan yang dijamin FDIC
merupakan anak perusahaan dari perusahaan induk second-tier yang harus
mengadopsi sturktur “narrow bank”. Bank-bank sempit (narrow bank) Akan
mengambil asset-aset mereka dalam bentuk kas dan obligasi hutang yang mudah
dipasarkan, seperti surat berharga pemerintah yang berlaku, commercial paper
yang dirating tinggi, dan instrumen hutna lain yang diperbolehkan untuk
investasi bagi reksa dana pasar uang (MMMF) dalam peraturan Komisi Sekuritas
dan Pertukaran. Bank sempit atau terbatas tidak dapat menerima tabungan-tabungan
tidak terjamin. Bank-bank terbtas akan memberi resiko yang sangat kecil pada
dana penjaminan tabungan FDIC karena (1)setia aset bank terbatas akan
ditetapkan “marked to market” dalam basis harian dan FDIC oleh sebab itu akan
menentukan secara cepat apakah bank-bank terbatas akan tertekan oleh
insolvensitas dan (2) FDIC dapat dengan cepat merubah aset bank terbatas
menjadi kas jika FDIC memutuskan untuk melikuidasi bank untuk membayar klaim
tabungan terjaminnya.
Review dengan penelitian sebelumnya
Ada beberapa studi mengenai sinergi dalam konglomerasi
keuangan, yang secara normal ditujukkan dengan adanya eksistensi economies of
scope dalam konteks efek biaya. Di sudut lain, salah satu pemikiran menyatakan
bahwa pemikiran seperti itu dapat dipelajari pada dua level yang berbeda, yang
disebut efek biaya dan efek pendapatan. Herring dan Santomero (1990) menyatakan
pentingnya sinergi pendapatan, dengan menunjukkan bahwa sinergi muncul tidak
hanya pada sisi lembaga keuangan tetapi juga pada sisi konsumen ketika jasa
keuangan diperdagangkan, dan bahwa jumlah yang dibayarkan oleh konsumen per
produk meningkat pada kasus-kasus tersebut. Lebih jauh, Hirota dan Tsutsui
(1992) menunjukkan tiga operasi intermediasi keuangan dari bank-bank Jepang
(misalkan., peminjaman, investasi dalam surat berharga, dan pengambilan
deposito) dan diukur apakah economies of scope muncul dalam mereka. Mereka
menunjukkan bahwa keuntungan konglomerasi dapat mengambil bentuk dalam
pengurangan biaya juga peningkatan pendapatan, dna menyatakan bahwa “(bab ini)
penting untuk menganalisa economies of scop dari keuanya biaya dan pendapatan
(penerimaan)”. Pendekatan dasar yang diambil dalam tulisan ini terletka pada
studi yang dikatakan tersebut. Kita berfokus pada operasi asuransi dan
perbankan dari konglomerasi keuangan, dan menganalisa economies of scope antara
mereka. Beberapa studi juga mempelajari economies of scope dalam penerimaan.
Banyak studi umum yang dilakukan mengenai keuntungan menggunakan beberapa jasa
keuangan secara bersamaan. Di antara mereka, Berger, Hanweck, dan Humphrey
(1987) dengan jelas menyatkan keuntungan untuk berfokus pada empat daerah. Efek
pertama yaitu (1) membagi biaya tetap. Cabang, sistem pemrosesan data, dan data
biaya personel dan lainnya (tetap) dapat digunakan untuk memproduksi dan
menjual produk lain. Biaya-biaya dari seluruh bank (kelompok) dapat dipotong
dengan membagi mereka. Efek kedua adalah (2) penggunaaan informasi konsumen
untuk tujuan-tujuan yang beragam. Jika bank menyediakan jasa penarikan tabungan
dan jasa peminjaman, infomrasi konsumen yang diperoleh dari jasa tersebut dapat
digunakan untuk lainnya. Informasi dari perilaku tabungan juga sebenarnya
digunakan untuk menilai resiko gagal bayar dan bangkrut. Efek ketiga adalah (3)
efek pengurangan resiko. Perbedaan-perbedaan dalam penerimaan antar operasi
dapat dipisahkan dengan mengoperasikan divisi yang berbeda dan banyak
sekaligus. Dan efek terakhir adalah (4) economies of consumer costs. Beberapa
pengeluaran jasa perbankan dibayar oleh konsumen dapat disimpan dengan
menggunakan beberapa jasa pada saat yang sama. Sebagai contoh, jika bank
menawarkan tabungan permintaan, akun simpanan dan jasa peminjaman secara
bersamaan over the counter, dst. Keuntungan bagi konsumen ada dalam bentuk biaya
bepergian yang disimpan. Bank-bank yang ikut dalam operasi-operasi begitu
sekaligus dapat memunculkan biaya yang lebih besar sebagai hasil konglomerasi,
tetapi dapat meningkatkan pendapatan mereka dari operasi perbankan secara
keseluruhan, melalui peningkatan komisi dibayar oleh konsumen, peningkatan
dalam tabungan dan pinjaman yang ada, ekspansi porsi pasar, dan sebagainya.
Economies of scope dibawa dari integrasi unit bisnis yang
berbeda umumnya diidentifikasi dalam konteks komplementaritas biaya dalam fungsi
biaya. Sebaliknya, Berger, Hanweck dan Humphrey (1987) melakukan studi dalam
pendapatan menggunakan data dari bank-bank Amerika dalam bidang dimana
karakteristik ditentukan oleh mereka (1) membagi biaya tetap, (2) penggunaan
informasi konsumen untuk tujuan berbeda dapat diidentifikasi, meskipun efek
pengurangan rsiko dan biay -biaya economies of consumer tidak dapat
direfleksikan. Sebagai hasilnya, mereka menunjukkan secara empiris adanya
economies of scope dalam penerimaan.
Lebih jauh, Panzar dan Wilig (1981) mencoba mendiskusikan
komplemntaritas biaya dari operasi peminjaman dan operasi penarikan deposito
dari bank-bank Amerika. Baumol, Panzar dan Wilig (1982) melakukan analisis
tambahan mengenai biaya dan pendapatan secara sekaligus, dengan catatan bahwa
efek pendapatan juga penting. Dalam paper tersebut, mereka mengukur economie
sof scope dengan menggunakan fungsi biaya, yang menunjukkan konsep economies of
product mix, dan berargumentsi bahwa penerimaan dalam industri perbankan
meningkat dengan menyalurkan produk-produk beragam (sebagai contoh, mereka
menunjukkan eksistensi economis of product mix). Sebagai tambahan, Pulley,
Berger dan Humphrey (1994) menyatakan bahwa economies of scope dalam pendapatan
tidak muncul antara penarikan tabunga dan peminjaman, sementara mencatat bahwa
sinergi yang dihasilkan denga menghasilakn jasa keuangan yang banyak dapat
mengambil bagian dalam efek pengurangan biaya juga dalam produksi gabungan
(economies of scope dalam biaya-biay) dan efek pneingkatan penerimaan karena
produksi bersama (economies of scope dalam biaya) dan efek peningkatan
penerimaan karena konsumsi bersama (economies of scope dalam penerimaan).
Karena kurangnya data, beberapa analisis empiris yang sedikit pada sinergi yang
dialami oleh konglomerasi keuangan yang terjadi pada saat yang sama pada
perbankan, surat berharga dan operasi asuransi. Lang dan Welzel (1998)
menganalisa sinergi dalm universal bank di Eropa, tetapi tidak dapat
mengkonfirmasi keberadaan sinergi penerimaan.
Dalam tahun-tahun terdekat, konglomerasi telah menjadi tren
utama dalam pasar-pasar keuangan, muncul sebagai strategi utama dari bank yang
menghadapi kemajuan teknologi, konsolidasi pasar interanasional dan dergeulasi
dalam pembatasan produk dan letak geografis. Dalam konteks ini konglomerasi
keuangan didefiniskan sebagai suatu kelompok perusahaan, dibentuk oleh berbagai
jenis lembaga keuangan (Van den Berghe, 1995). Struktur organisasional kelompok
dipercaya untuk memberi, pada satu sisi kemungkinan mengeksploitasi ekonomi biaya
yang lebih besr dan pad sisi lain kemampuan kelompok untuk mengisolasi resiko
dari aktivitas yang berbeda. Pada sisi revenue, kemampuan konglomerasi keuangan
untuk mendistriubsikan perbankan secara menyeluruh, surat berharga dan jasa
asuransi dapat meningkatkan pendapatan potensial mereka dan menuju pada arus
keuntungan yang lebih stabil. Konsumen dapat menilai suplai jasa keungan dan
biaya informasi (Vander Vennet, 2002). Bagaimanapun, dikatakan bahwa struktur
tersebut memilik kelemahan-kelemahan, seperti konflik kepentingan dan
konsentrasi kekuasaan (Saunders 1994).
Di balik debat teoritis, terlihat sedikit bukti empiris pada
efisiensi struktur konglomerasi perbankan. Verweire (1999) menyatakan tiga
alasan utama atas jarangnya penelitian empiris pada konsekuensi dari
kongloemerasi keuangan. Pertama, konglomerasi keuangan masih dilarang di beberapa negar (contohnya
sampai akhir-akhir ini Amerika). Kedua, tren menuju konglomerasi keuangan
relatif baru. Terakhir, peneliti pada jasa keuangan telah mengadopis pendekatan
fragmentary yang berfokus pada perbankan, surat berharga, dan industri
asuransi.
Vander Vennet (2002) menganalisa efisiensi biaya dan
keuntungan dari konglomerasi keuangan Eropa dan universal bank dan menyarankan
konglomerasi lebih efisien dalam pendapatan daripada bank terspesialaisai dalam
tingakt dimana efisisensi biaya dan
keutnungan lebih tinggi di universal bank dari pada nonuniversal bank.
Hasil-hasil ini terlihat mengindikasikan bahwa tren saat ini menuju
konglomerasi keuangan dapat menuju pada sistem perbankan yang lebih efisien.
Upaya Memperkuat Struktur Kelembagaan Perbankan
Upaya memperkuat struktur kelembagaan perbankan dilakukan
dengan melanjutkan arah kebijakan besar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia
(API). Sesuai dengan perencanaan API, tahun 2006 merupakan tahun pertama dari
program 5 tahun implementasi secara penuh selurh konsep API yang telah
dipersiapkan.
Salah satu fokus dari penjabaran API lebih lanjut yang akan
dilakukan adalah mempersiapkan perbankan dalam mengantisipasi perkembangan
bisnis perbankan ke depan. Kebijakan terutam terkait dengan dinamika yang
sangat cepat, baik dari kondisi industri perbankan sendiri maupun kondisi
perekonomian secara keseluruha termasuk lingkungan strategis yang melingkupinya
seperti perubahan, dan perkembangan invomasi sektor keuangan serta pasar
keuangan global yang semakin
terintegrasi. Berdasarkan kondisi tersebut, Bank Indonesia mulai
mempertimbangkan pola kegiatan universal banking sebagai suatu bagian dari masa
depan perbankan nasional. Konsep ini secara sederhana dapat diartikan, bahwa
bank sebagai suatu entity dapat terlibat di hampir semua aktifitas bisnis
sektor keuangan seperti: asuransi, pasar
model, sekuritisasi, Reksa Dana dan kegiatan derivatis lainnya yang terkait.
Meskipun, pelaksanaan kegiatan universal banking berpotensi memberikan peluang
bagi industri perbankan dalam meningkatkan kinerjanya, namun dalam beberapa hal
juga berkonsekuensi meningkatkan risiko usaha bagi bank secara individual dan
risiko sistemik bagi sistem keuangan.
Kebijakan untuk membuka kemungkinan kegiatan universal
banking di Indonesia, nantinya akan dilakukan secara selektif. Hal ini akan
dilakukan dengan mengaitkan izin operasional kegiatan universal banking melalui
berbagai persyaratan ketat yang menggambarkan kesiapan bank dimaksud dalam
mengantisipasi risiko yang mungkin timbul. Terdapat pemikiran terhadap kemungkinan struktur industri
perbankan masa depan yang saat ini mulai diarahkan dengan berdsarkan jumlah
modal, nantinya akan dikaitkan dengan eligibilitas bank-bank untuk melakukan
pola operasional universal banking. Bank-bank yang tergolong sebagai Bank
dengan Kinerja Baik dengan kriteria CAR dibawah 10% dan NPL lebih kecil dari
5%, tergolong sebagai bank-bank internasional atau nasional, dan memiliki
kemampuan risk management yang handal, akan mempunyai peluang besar dapat
melakukan diversifkasi produknya kearah universal banking.
Sejalan dengan antisipasi perkembangan bisnis perbankan
tersebut, Bank Indonesia akan tetap memperkuat proses pengawasan perbankan.
Arah kebijakan Bank Indonesia di bidang pengawasan adalah mencoba melakukan
penialin potensi reisiko suatu bank secara terkonsolidsi, bsebagimana praktik
yang telah lajim diterapkan dalam mengawasi operasional universal banking. Hal
ini dilakukan denan pertimbangan bahwa sumber risiko bagi bank dapat ersal dari
unit usaha (entity) lain yang mempunyai hubungan dengan bank tesebut seperti
hubungan kepemilikan atau dengan anak perusahaan denga kegiatan usaha yang
berbeda. Fenomena bisnis perbankan di banyak negara menunjukkan pola
operasional unviersal banking akan cenderung memilih bentuk sebagi kelopmok u
saha di bidang keuagna (bank/financial holding company), dengan anak-anak
perusahaan yang bergerak di berbagai jenis jasa keuangan.
Dalam pelaksanaannya, langkah ini akan dimulai dengan
melakukan assessmente terhadap resiko secara down-sterema consolidation yaitu
mencakup penilain risiko bank dan anak perusahaan bank yang bergerak di bdiang
keuangan, seperti halnya pada peusahaan sekurtis. Pada waktunya langkdh ini
akan dilanjutkan dengan penilain reiskio secara full consoidated engan
memperluas cakupan penislain secaraupseteram dan down-steram serta keseluruhan konglomerasi yang terkait dengan
ban. Dalam konteks ini, konsepesi single presecne pooicy menjadi relevan utnuk
dtierpakan, terutama ketika peniali secar ful considataed sudah mulai
diterapkan.
Selama ini pada sdasarnya Bank Indoensia telah melaksanakan
beberapa bagian dari kerangka penilaina riskio secara terkonsilidasi ersebt
terutama yang berkatian dengan dtrasparansi laporan keuangan Bank dan
Perusahaan idnuk serta Perushaan Anak, serta dilakukannya penilain secara
kualitataif dalam kerangka risk based supervision dan CAMELS rating system. Ke
depan, penilai yang bersifat kualiatif tesebut secara bertahap akan dilengkapi
juga dengan penilain yang bersifat kuantitatif. Pola penilain risiko secara terkonsolidasi ini juga merupakan
salah satu persyaratan yang harus dipnuhi dalam menuju penerapan Basel II.
Guna mendukung penerapan kebijakan-kebijakan jangka menengah
panjang diatas, saat ini Bank Indonesia bersam adengan Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) dan juga industri perbankan nasional, telah memulai sebuah program
kerjasama untuk melakukan kajian terhadap perlunya penyesuaian standard
akuntansi Indonesia dengan International Accounting Standard (IAS), terkati
dengan dinamika di atas. Perbankan dihimbau untuk mulai mempersiapkan diari
untuk mengimplementasikan IAS 39 yang pada saat ini konsepnya sedang
dipersiapkan bersama. Penyiapan infrastruktur pendukung tesebut adalah
konsekwensi yang harus diambil agar perbankan domestik dapat sejajar dengan
perbankan di dunai yang sudah terlebih dulu bergerak.
Charge dan Counter-Charge
Contoh-contoh dari konflik kepentingan yan gpenting dalam
industri jasa keuangan adalah legion, yang paling jelas muncul ketikan
manajemen dari sebuah perusahaan induk keuangan menahan informasi vital dari
konsumen surat berharga umum untuk, sebagai contoh, menjaga klien kredit dan
diri merek dari efek buruk yang mungkin terjadi dari pengetahuan tentang perkembangan ekonomi yang tidak
diinginkan: atau ketika ia membawa dana-dana yang secara khusus ke dalam
bentuk-bentuk investasi yang menguntungkan bagi dirinya atau konsumen korporat
yang besar. Secara spesifik, konglomerasi mungkin bertindak atas
ketidakuntungan investor kecil dengan mempromosikan produk keuangan (seperti
sertifikat investasi yang digaransi, reksa dana atau kartu charge) hanya dari
badan-badan dimana ia merupakan pemegang saham. Mirip dengan itu, konglomerasi
mungkin mendorong klien tertentu dengan membuang surat berharga yang tidak
berguna ke dalam portofolio dari dana investasi yang terasosiasi dan perusahaan
trust.
Ada tiga response standard terhadap pertanyaan konflik
kepentingan: (1) kerja sama konglomerasi besar tidak akan membiarkan reputasi
dan pendirian mereka dalam komunitas dengan tindakan seperti itu; (2) kompetisi
yang baik hadir dalam sistem keuangan Kanada akan menghukum tindakan tidak
benar seperti itu; (3) regulator dapat menciptakan “Chinese walls” (yaitu
pemisahan informasi dan kepentingan dalam organisasi) untuk menjaga konsumen
dari eksploitasi.
Kita dapat mendekat isu transaksi inter korporasi atau
self-dealing dengan menunjukkan bahwa banyak legitimasi yang berguna, baik dan
sama sekali legitimate dari transaksi antar pihak yang berhubungan yang hadir
setiap hari dalam arah normal dalam operasi bisnis. Yang terjadi dengan cara
seperti ini dilakuakn dalam nilai psar yang baik, atau penilaina independen
dari review, yang penting dan tidak memperburuk solvensitas pihak atau
stabilitasnya.
Tetapi masih banyak pihak yang percaya bahwa kredit dari
konglomerasi keuangan akan lebih tesedia bagi konsumen dari bisnis afiliasinya
daripadakonsumen dari bisnis alian yang tidak terafiliasi. Di samping lebih
mendukung perusahaan terasosiasi dengan harapan mereka akan sukses dan
menyediakan pengembalian yang baik kepada pemegang saham dan manajemen
perusahaan induk, beberapa kritk juga menyatakan bahwa konglomerasi hanya pada
kondisi dimana mereka setuju untuk melakukan bisnis dengan perusahaan afiliasi
lainnya. Yang terkait dengan praktik tertuduh tersebut adalah arugmentasi bahwa
konglomerasi keuangan, memiliki ‘kantong dalam’ mungkin terus memberikan kredit
kepada perusahaan terasosiasi dalam keguncangan daripada memotong kerugian.
Argumen dari pihak yang tidak menyetujui hal di atas juga
memilki argumen yang meyakinkan. Pertama, mereka menyatakan bahw bukan
keinginan dari konglomerasi keuangan untuk membantu perusahaan asosiasinya
ketika hasil yang lebih tinggi tersedia di tempat lain. Hasil dari anak
perusahaan akan dihlingkan dengan pendaptan bungan yang dihilangkan dari
konglomerasi finansial. Lebih lagi batas atas dari favoritisme tersebut,
berakar dari bentuk pembatas legal terhadap pinjaman pada perusahaan afiliasi.
Sebenarnya, mungkin konglomerasi keuangan akan melakukan segala usaha untuk
tidak mendiskriminasi terhadap perusahaan tidak berafilisasi apabila mereka
bersaing dengan anggota dari perusahaan induk atau tidak untuk menghindari pengurangan kredit. Dalam hubungan ini, perlu
ditekankan bahwa untuk banyak tahun bank-bank terdaftar telah melakukan usaha
dengan perusahaan keuangan, pedagang retail dan perusahaan-perusahaan mortgage
yang bersaing dengan angsuran pinjaman merke dan dpertemen mortgage mereka
sendiri.
Kedua, yang disebut ‘tied selling’ agar efektif, konglomersi
kuangan harus memilki kekuatan monopoli. Jikan konsumen dapat berganti ke
lembaga keuangan lainnya -misalkan seseorang tidak berafiliasi dengan
perusahaan induk -ketika perusahaan jasa keuanga sebelumnya (misalkan bank,
perusahaan trust, credit union, dsb) membutuhkannya untuk menggunakan jasa-jasa
lain (misalkan asuransi, broker, dsb) sebagai kondisi terhadap pinjaman, maka
‘full-line forcing’ tidak akan efektif. Tentu saja, karena penyalagunaan ini
dicegah melalui peraturan.
Tiga, pemikiran yang disederhanakan bahwa konglomerasi
keuangan akan menutup afiliasi bankrut dapat ditolak keran hal itu berada pada
prinsip manajemen modern yang diterima. Dalam perusahaan induk, tidak mungkin
memaksa manager dari anak perusahaan keuangan untuk beroperasi tidak
menguntungkan ketika kerugain transfer semata-mata dari satu kantong ke
lainnya. Dengan kata lain, perusahaan keuangan akan menemukannya tidak berdasar
untuk terikat dengan praktek ini jika ia melihat anak perusahaan sebagai pusat
keuntungan (konsep ini meliputi target dan rencana insentif manajemen dan
menghargai performa dengan hasil-hasil.
Menurut M Fajar Marta (Kompas, 12 Desember 2007, hal 21),
dengan segala risiko dan tantangan yang menghadang pada tahun 2008, bank harus
menyiapkan strategi terbaik agar tetap bisa melanjutkan pertumbuhan.
Salah satu kunic sukses bank ke depan ialah menjaga suku
bung kredit tetp rendah. Artinya, ketika BI Rate naik, bank harus berupaya tidk
menikkkan suku bung kredit. Akan lebih baik jika perbankan bisa terus
menurunkan suku bunga kredit.
Hal ini perlu dilakukan untuk menjaa momentum tingginya
minat sektor riil meminjam kredit sekaligus memenangi kompetisi dengan industri
pasar modal.
Direktur Bank Mega Kostamban Thayib mengatakan, secara
terori besaran suku bunga kredit terbentuk oleh besaran berbagai faktor, yakni
biaya dana (cost of fund), biaya operasional, margin keuntungan, dan premi
risiko.
Saat ini cost of fund, yang dihitung dari rata-rata suku
bunga deposito dan tabungan sekitar 7 persen per tahun.
Sementara biaya operasional, margin keuntungan, dan premi
risiko masing-masing sekitar 2 persen. Hasilnya, rata-rata suku bunga kredit
yang terbentuk saat ini sekitar 13 persen.
Agar suku bunga kredit bisa makin mengeicl, tentunya biaya
faktor pembentuknya harus diturunkan. Menurut Kostaman, bank harus mencari cara
bagaimana menjaga suku bunga tabungan atau deposito tetap rendah, tetapi
masyarakat tetap tertarik menyimpan uangnya di bank.
Menurut Kostaman, “Kiatnya ilah dengan membuat produk
campuran antara produk bank dan proudk paar modal. Jadi, imbal hasil produk
bank yang rendah akan dikompensasi dengan imbal hasil yang tinggi dari produk
pasar modal. Jadi, nasabah tetap bisa menikmati imbal hasil yang kompetitif.
Langkah lainnya ialah dengan memperbesar porsi dana murah,
seperti tabungan dan giro. Ini akan menurunkan biaya dana secara signifikan
mengingat suku bunga tabungan saa ini hanya berkisar 3 persen. Bandingkan
dengan bunga deposito yang masih sebesar 6-7 persen.
Biaya opersional bank sebenarnya masih sangat berpeluang
untuk diturunkan. Dibandingkan negara-negara lain, tingkat efisiensi perbankan
indonesia tergolong masih buruk. Saat ini rasio biaya operasional terhadap
pendapatan operasional masih sebesar 83.59 persen. Tingkat risiko dan margin
keuantungan juga masih bisa diturunkan. Dengan tingkat manajemen reisiko bank
yang semakin baik dan risiko dunia usaha yang terus menurun, sharusnya bank tak
lagi menetapkan premi yang terlalu mahal. Apalagi, rasio kredit bermasalah
(NPL) terus menurun sehingga kewajiban bank untuk menyisihkan pencadangan
berkurang.
0 komentar:
Posting Komentar